Translate

Senin, 25 Juni 2012

OLEORESIN JAHE

OLEORESIN JAHE

AMorfologi Tumbuhan Jahe

Tanaman jahe merupakan tanaman terna tahunan dengan batang semu yangtumbuh tegak. Tingginya berkisar 0,3-0,75 meter dengan akar rimpang yang bisa bertahan lama dalam tanah. Tanaman ini terdiri atas bagian akar, batang, daun, dan bunga. Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian initumbuh tunastunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Batang tanamanmerupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Batangnya terdiri dari seludang-seludang daun tanaman dan pelepah-pelepah daun yang menutupi daun. Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput yang besar. Daun itusebelahmenyebelah berselingan dengan tulang daun sejajar sebagaimana tanamanmonokotil yang lainnya.Jahe dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk, danwarna rimpangnya, yaitu jahe putih atau jahe kuning besar, jahe putih kecil, dan jahemerah. Berdasarkan warna rimpang dikenal adanya jahe putih, jahe kuning, dan jahemerah. Dari segi bentuknya digolongkan menjadi jahe besar (jahe bedak) dan jahekecil. Untuk penelitian ini digunakan jahe kecil (emprit).

B.Komposisi Kimia Jahe
Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil ), minyak tak menguap      (non-volatile oil ), dan pati. Minyak menguap yang biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak yang tak menguap yang biasa disebut oleoresi merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen yang terdiri dari oleoresin merupakan gambaran utuh darikandungan jahe, yaitu minyak atsiri dan fixed oil  yang terdiri dari zingerol,shogaol, dan resin (Paimin dan Murhananto, 1991). Kandungan minyak atsiri dalam jahe kering sekitar 1-3 %. Komponen utamaminyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol.Oleoresin jahe banyak mengandung komponen – komponen non volatil yangmempunyai titik didih lebih tinggi daripada komponen volatil minyak atsiri.Oleoresin tersebut mengandung komponen – komponen pemberi rasa pedas yaitu gingerol sebagai komponen utama serta shagaol dan zingeron dalam jumlah sedikit.Kandungan oleoresin jahe segar berkisar antara 0,4 – 3,1 persen.Menurut Wijayakusuma (2004), kandungan kimia jahe antara lain : asetates, bisabolene, caprilate, d-รข-phallandrene, d-camphene, d-borneol, farnisol, kurkumin,khavinol, linalool, metil heptenone, n-nonylaldehide, sineol, zingerol zingiberene,vitamin A, B, dan C, asam organik tepung kanji, serat, sitral, allicin, alliin,diallydisulfida, damar, glukominol, resin, geraniol, shogaol, albizzin,zengediasetat,metilzingediol.



C.Senyawa Antioksidan Dalam Jahe

Jahe ( Zingiber officinale , Roscoe) merupakan jenis rempah-rempah yang paling banyak digunakan dalam berbagai resep makanan dan minuman. Secaraempiris jahe biasa digunakan masyarakat sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan, antipiretik, anti-inflamasi, dan sebagai analgesik. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa jahe mempunyai sifat antioksidan.

Beberapa komponen bioaktif utama dalam jahe adalah : 4-diarilheptanoid, shogaol, gingerol,dan gingeron memiliki aktivitas antioksidan di atas vitamin E.Jahe ternyata mengandung berbagai senyawa fenolik yang dapat diekstrak dengan pelarut organik dan menghasilkan minyak yang disebut oloeresin. Dalamoloeresin jahe banyak terkandung senyawa fenolik seperti gingerol dan shogaolyang mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi melebihi aktivitas antioksidanvitamin E (Zakaria, 2005).

Komponen dalam jahe yaitu gingerol dan shogaolmempunyai aktifitas antirematik.Minyak jahe berisigingerolyang berbau harum khas jahe, berkhasiatmencegah dan mengobati mual dan muntah, misalnya karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil muda. Untuk mengetahui struktur molekul gingerol danshogaol dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.Jahe sekurangnya mengandung 19 komponen bio-aktif yang berguna bagitubuh. Komponen yang paling utama adalah gingerol yang bersifat antikoagulan,yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi mencegahtersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke, dan serangan jantung.

Gingerol diperkirakan jugamembantu menurunkan kadar kolesterol.Komponen-komponen pedas dari jahe seperti 6-gingerol dan 6-shogaol dikenalmemiliki aktivitas antioksidan cukup. Dari ekstrak jahe yang telah dibuang komponen volatilnya dengan destilasi uap, maka dari fraksi non volatilnnya setelah pemurnian ditemukan empat senyawa turunan gingerol dan empat macamdiarilheptanoid yang memiliki aktivitas antioksidan disebut sebagai antioksidan primer.

D.Khasiat Jahe

Sejak dulu Jahe dipergunakan sebagai obat, atau bumbu dapur dan anekakeperluan lainnya. Jahe dapat merangsang kelenjar pencernaan, baik untuk membangkitkan nafsu makan dan pencernaan.Jahe yang digunakan sebagai bumbu masak terutama berkhasiat untuk menambah nafsu makan, memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan. Halini dimungkinkan karena terangsangnya selaput lendir perut besar dan usus olehminyak asiri yang dikeluarkan rimpang jahe. 
Minyak jahe berisi gingerol yang berbau harum khas jahe, berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah, misalnya karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil muda. Juga rasanya yang tajam merangsang nafsu makan,memperkuat otot usus, membantu mengeluarkan gas usus serta membantu fungsi jantung. Dalam pengobatan tradisional Asia, jahe dipakai untuk mengobati selesma, batuk, diare dan penyakit radang sendi tulang seperti artritis. Jahe juga dipakai untuk meningkatkan pembersihan tubuh melalui keringat.Penelitian modern telah membuktikan secara ilmiah berbagai manfaat jahe,antara lain :

·    Menurunkan tekanan darah. Hal ini karena jahe merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah mengalir lebih cepat dan lancar dan memperingan kerja jantungmemompa darah.
·     Membantu pencernaan, karena jahe mengandung enzim pencernaan yaitu protease dan lipase, yang masing-masing mencerna protein dan lemak.
 
·    Gingerol  pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalandarah. Jadi mencegah tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utamastroke, dan serangan jantung. Gingerol juga diduga membantumenurunkan kadar kolesterol.
·     Mencegah mual, karena jahe mampu memblok serotoni, yaitu senyawakimia yang dapat menyebabkan perut berkontraksi, sehingga timbul rasamual. Termasuk mual akibat mabok perjalanan.
·   Membuat lambung menjadi nyaman, meringankan kram perut danmembantu mengeluarkan angin.
·       Jahe juga mengandung antioksidan yang membantu menetralkan efek merusak yang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh.


E.Jahe Sebagai Obat Praktis

Jahe merupakan pereda rasa sakit yang alami dan dapat meredakan nyerirematik, sakit kepala, dan migren. Caranya, minum wedang jahe 3 kali sehari. Bisa juga minum wedang ronde, mengulum permen jahe, atau menambahkan jahe saat pada soto, semur, atau rendang.

Daun jahe juga berkhasiat, antara lain dengan ditumbuk dan diberi sedikit air dapat dipergunakan sebagai obat kompres pada sakit kepala dan dapat dipercikan kewajah orang yang sedang menggigil. Sedangkan rimpangnya ditumbuk dan direbusdalam air mendidih selama lebih kurang ½ jam, kemudian airnya dapat diminumsebagai obat untuk memperkuat pencernaan makanan dan mengusir gas didalamnya, mengobati hati yang membengkak, batuk dan demam.Untuk mengobati rematik rematik siapkan 1 atau 2 rimpang jahe. Panaskanrimpang tersebut di atas api atau bara dan kemudian ditumbuk. Tempel tumbukan jahe pada bagian tubuh yang sakit rematik.

Cara lain adalah dengam menumbuk  bersama cengkeh, dan ditempelkan pada bagian tubuh yang rematik.Jahe juga dapat digunakan untuk mengobati luka karena lecet, ditikam bendatajam, terkena duri, jatuh, serta gigitan ular. Caranya rimpang jahe merah ditumbuk dan ditambahkan sedikit garam. Letakkan pada bagian tubuh yang terluka. Rimpang tumbuk juga dapat dipakai sebagai obat gosok pada penyakit gatalkarena sengatan serangga. Rimpang yang ditumbuk, dengan diberi sedikit garam, kemudian ditempelkan pada luka bekas gigitan ular beracun (hanya sebagai pertolongan pertama sebelum penderita dibawa ke dokter).Dengan dicampur lobak, jahe dapat digunakan untuk mengobati eksim.Parutan lobak dicampur dengan air jahe.

Air jahe dapat diperoleh dengan memarutrimpang jahe, lalu diperas. Ramuan ini dioleskan ke bagian kulit yang terkenaeksim. Biasanya dalam waktu 2 minggu saja penyakit sudah berkurang.Untuk mencegah mabuk perjalanan, ada baiknya minum wedang jahesebelum bepergian. Caranya: pukul-pukul jahe segar sepanjang satu ruas jari.Masukkan ke dalam satu gelas air panas, beri madu secukupnya, lalu diminum. Bisa juga menggunakan sepertiga sendok teh jahe bubuk, atau kalau tahan, makan duakerat jahe mentah.Sampai saat ini penggunaan oleoresin sangat luas.
Oleoresin dan minyak atsiri rempah-rempah banyak digunakan dalam industri makanan, minuman,farmasi, flavor, parfum, pewarna dan lain-lain. Oleoresin dalam industri pangan banyak digunakan sebagai pemberi cita rasa dalam produk-produk olahan daging(misalnya sosis, burger, kornet), ikan dan hasil laut lainnya, roti, kue, puding, sirup,saus dan lain-lain.Menurut Anonymous (2006a, 2006b, 2006c, 2006g dan Gilbertson, 1971), penggunaan oleoresin yang makin meluas telah mengakibatkan diproduksinyaoleoresin dalam berbagai bentuk olahan yang siap pakai. Produk-produk tersebutantara lain :
1.dispersed spices
2. fat-based spices dan
3.encapsulated spices
.
 Dispered Spices dibuat dengan mendispersikan oleoresin dalam suatu media pembawa tertentu. Dalam hal ini media pembawa yang sering digunakan yaitu bahan-bahan yang larut dalam air, seperti garam, tepung dan dekstrose. Dispered  spices banyak digunakan pada pembuatan minuman (soft
drink ) dan makanan-makanan yang kering, basah ataupun semi padat, misalnya kue-kue, biskuit, sosisdan makanan bayi. Pada fat-based spices oleoresin didispersikan pada lemak atauminyak (vegetable oil ).

Fat-based spices ini sering digunakan pada makanan yang berlemak, seperti salad dressing , saus dan makanan kaleng. Dispered spices dan fat-based spices tidak dapat disimpan lama karena flavornya mudah menguap.

Pada encapsulated spices , oleoresin dalam bentuk bubuk (spray dried ) dikapsulkan untuk mengurangi kehilangan flavor, sehingga dapat disimpan lebih lama (Staniforth,1973).Teknik enkapsulasi pada oleoresin ini, dimana flavor diperangkap dalamsuatu pelapis polimer membentuk mikrokapsul bulat dengan ukuran antara puluhanmikron sampai beberapa milimeter. Adapun teknik mikroenkapsulasi yang sekarang banyak digunakan secara komersial antara lain:
Spray drying, air suspensioncoating, spray cooling and spray chilling , centrifugal axstrusion, rotational  suspension separation dan inclusion complexing. Saat ini teknik  spray drying  merupakan teknik enkapsulasi yang paling banyak digunakan untuk oleoresin.Menurut Koswara (2005), oleoresin yang dienkapsulasi sangat efektif digunakandalam makanan olahan, proses pengisian, pencampuran kering, permen, makananformula, bumbu-bumbuan, makanan penutup, produk-produk susu dan lain-lain.Ada beberapa kentungan dari penggunakan enkapsulasi ini antara lain: (1).Flavor dapat terlindung dari kehilangan (penguapan) dalam masa penyimpanan yanglama, (2) mudah dituangkan, (3) mudah ditimbang, ditangani dan dicampurkan, (4) bebas dari enzim tannin, mikroba dan serangga, (5) mudah digunakan dalam pencampuran bahanbahan kering, (6) bebas dari garam-garam, dekstrosa dan pengisiyang lain, (7) bersifat non higroskopis dengan stabilitas dalam penyimpanan yang baik, (8) serta dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang terstandarisasi. 

Penggunaan oleoresin siap pakai mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan penggunaan rempah-rempah secara tradisional, terutama untuk  penggunaannya dalam skala industri. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain: 
(1) bahan dapat distandardisasi dengan tepat, terutama flavor dan warnanya,sehingga kualitas produk akhir dapat terkontrol,  (2) bahan lebih homogen dan lebih mudah ditangani, (3) bahan bebas enzim lipase, bakteri, kotoran atau bahan asing,dan (4) bahan mudah didispersikan secara merata ke dalam bahan pangan. 

Adanya keuntungan-keuntungan di atas tidak menunjukkan bahwa penggunaan oleoresin sebagai bahan penyedap makanan selalu lebih baik untuk segala keperluan dibanding dengan penggunaan rempah-rempah secara tradisional. Pada proses pembuatan makanan dan minuman yang menggunakan suhu tinggi, penggunaan bahan rempah asalnya sering lebih menguntungkan karena flavor tidak mudah hilang atau menguap selama pengolahan.Penggunaan rempah-rempah dalam bentuk bahan asal, meskipun dalam bentuk halus, masih dapat menimbulkan bintik-bintik (bercak) pada produk makanan dan minuman yang dibuat. Pada beberapa jenis makanan tertentu, seperti gulai dan sambal, adanya bintik-bintik khas dari bahan rempah justru dikehendaki agar makanan terlihat lebih menarik.

Contoh lain misalnya adanya sepotong jahe didalam pepes ikan atau selembar daun salam di dalam sayur justru dapat membuatkedua jenis makanan tersebut tampak lebih menarik dan menimbulkan selera. Tetapi pada jenis-jenis produk makanan dan minuman seperti salad, saus, sup, makanan bayi dan beberapa jenis soft drink, adanya bintik-bintik (bercak) dihindari agamakanan tidak dianggap tercampur kotoran (impurities) (Staniforth, 1973).Terlepas dari masalah penampakan fisik yang diinginkan pada tiap-tiap produk makanan atau minuman, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwauntuk mendapatkan tingkat flavor yang sama, penggunaan oleoresin atau bentuk- bentuk olahannya ternyata lebih menghemat biaya dibanding dengan penggunaanrempah-rempah dalam bentuk asal karena bahan baku rempah yang diperlukan lebihsedikit, khususnya bila diproduksi dan digunakan dalam skala industry.
(Arif Widianto, A.Md)






Kamis, 21 Juni 2012

Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar Tanaman Obat

Panen merupakan salah satu  rangkaian tahapan dalam proses budidaya tanaman obat. Waktu, cara pemanenan dan penanganan bahan setelah panen merupakan periode kritis yang sangat menen-tukan kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Oleh karena itu waktu, cara panen dan penanganan tanaman yang tepat dan benar merupakan faktor penentu  kua-litas dan kuantitas.  Setiap jenis tanaman memiliki waktu dan  cara panen yang berbeda.  Tanaman yang dipanen buahnya memiliki waktu dan cara panen yang berbeda dengan tanaman yang dipanen berupa biji, rimpang, daun, kulit dan batang. Begitu juga tanaman yang mengalami stres lingkungan akan memiliki waktu panen yang ber-beda meskipun jenis tanamannya sama.  Berikut ini diuraikan saat panen yang tepat untuk beberapa jenis tanaman obat. Biji. Panen tidak bisa dilakukan secara serentak karena perbedaan waktu pematangan dari buah atau polong yang berbeda. Pemanenan biji di-lakukan pada saat biji telah masak fisiologis. Fase ini ditandai dengan sudah maksimalnya pertumbuhan buah atau polong dan biji yang di dalamnya telah terbentuk dengan sempurna. Kulit buah atau polong mengalami perubahan warna misalnya kulit polong yang semula warna hijau kini berubah menjadi agak kekuningan dan mulai mengering. Pemanenan biji pada tanaman se-musim yang sifatnya determinate dilakukan secara serentak pada suatu luasan tertentu. Pemanenan dilaku-kan setelah 60% kulit polong atau kulit biji sudah mulai mongering. Hal ini berbeda dengan tanaman se-musim indeterminate dan tahunan, yang umumnya dipanen secara ber-kala berdasarkan pemasakan dari biji/polong. 
Buah. Buah harus dipanen setelah masak fisiologis dengan cara me-metik.  Pemanenan sebelum masak fisiologis akan menghasilkan buah dengan kualitas yang rendah dan kuantitasnya berkurang.  Buah yang dipanen pada saat masih muda, seperti  buah  mengkudu, jeruk nipis, jambu biji dan buah ceplukan akan memiliki rasa yang tidak enak dan aromanya kurang sedap. Begitu pula halnya dengan pemanenan yang terlambat akan menyebabkan pe-nurunan kualitas karena akan terjadi perombakan bahan aktif yang ter-dapat di dalamnya menjadi zat lain.  Selain itu tekstur buah menjadi lembek dan buah menjadi lebih cepat busuk.
Daun. Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh maksimal dan sudah memasuki periode matang fisiologis dan dilakukan dengan memangkas tanaman.  Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan pisau yang bersih atau gunting stek. Pemanenan yang terlalu cepat  menyebabkan hasil produksi yang diperoleh rendah dan kandungan bahan bahan aktifnya juga rendah, seperti tanaman jati belanda dapat dipanen pada umur 1 - 1,5 tahun, jambu biji pada umur 6 - 7 bulan, cincau 3 - 4 bulan dan lidah buaya pada umur 12 - 18 bulan setelah tanam. Demikian juga dengan pe-manenan yang terlambat menyebab-kan daun mengalami penuaan (se-nescence) sehingga mutunya rendah karena bahan aktifnya sudah ter-degradasi. Pada beberapa tanaman pemanenan yang terlambat akan mempersulit proses panen. 
Rimpang. Untuk jenis rimpang waktu pe-manenan bervariasi tergantung peng-gunaan.  Tetapi  pada umumnya pe-manenan dilakukan pada saat tanam-an berumur 8 - 10 bulan.  Seperti rimpang jahe, untuk  kebutuhan eks-por dalam bentuk segar jahe dipanen pada umur 8 - 9 bulan setelah tanam, sedangkan untuk bibit 10 - 12 bulan.  Selanjutnya untuk keperluan pem-buatan jahe asinan, jahe awetan dan permen dipanen pada umur 4 - 6 bulan karena pada umur tersebut serat dan pati belum terlalu tinggi. Sebagai bahan obat, rimpang di-panen setelah tua yaitu umur 9 - 12 bulan setelah tanam. Untuk temu-lawak pemanenan rimpang dilaku-kan setelah tanaman berumur 10 - 12 bulan. Temulawak yang dipanen pada umur tersebut menghasilkan kadar minyak atsiri dan kurkumin yang tinggi. Penanaman rimpang dilakukan pada saat awal musim hujan dan dipanen pada pertengahan musim kemarau. Saat panen yang tepat ditandai dengan mulai menge-ringnya bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah (daun dan batang semu), misalnya kunyit, temulawak, jahe, dan kencur.
Bunga. Bunga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik dalam bentuk segar maupun kering.  Bunga yang digunakan dalam bentuk segar, pemanenan dilakukan pada saat bunga kuncup atau setelah per-tumbuhannya maksimal. Berbeda  dengan bunga yang digunakan dalam bentuk kering, pemanenan dilakukan pada saat bunga sedang mekar.  Seperti bunga piretrum, bunga yang dipanen dalam keadaan masih kuncup  menghasilkan kadar piretrin yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga yang sudah mekar.
Kayu. Pemanenan kayu dilakukan setelah pada kayu terbentuk senyawa metabolit sekunder secara maksimal.  Umur panen tanaman berbeda-beda tergantung jenis tanaman dan ke-cepatan pembentukan metabolit sekundernya. Tanaman secang baru dapat dipanen setelah berumur 4 sampai 5 tahun, karena apabila dipanen terlalu muda kandungan zat aktifnya seperti tanin dan sappan masih relatif sedikit.
Herba. Pada beberapa tanaman semusim, waktu panen yang tepat adalah pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman sudah maksimal dan akan memasuki fase generatif atau dengan kata lain pemanenan dilakukan sebelum ta-naman berbunga. Pemanenan yang dilakukan terlalu awal mengakibat-kan produksi tanaman yang kita dapatkan rendah dan kandungan bahan aktifnya juga rendah.  Sedang-kan jika pemanenan terlambat akan menghasilkan mutu rendah karena jumlah daun berkurang, dan batang tanaman sudah berkayu.  Contohnya tanaman sambiloto sebaiknya di-panen pada umur 3 - 4 bulan, pegagan  pada umur 2 - 3 bulan setelah tanam, meniran pada umur kurang lebih 3,5 bulan atau sebelum berbunga dan tanaman ceplukan dipanen setelah umur 1 - 1,5 bulan atau segera setelah timbul kuncup bunga, terbentuk.
Cara Panen
Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang diguna-kan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak diperlukan.  Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu atau cangkul.  Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau dipisahkan.  Penempatan dalam wadah (keran-jang, kantong, karung dan lain-lain) tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan diusahakan supaya bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebab-kan terjadinya proses fermentasi/ busuk.  Bahan juga harus dijaga dari gang-guan hama (hama gudang, tikus dan binatang peliharaan).
Penanganan Pasca Panen
Pasca panen merupakan kelanjut-an dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya.  Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut.  Selama proses pasca panen sangat penting diperhatikan keber-sihan dari alat-alat dan bahan yang digunakan, juga bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan.  Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi  sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Secara umum faktor-faktor dalam penanganan pasca panen yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
Penyortiran (segar)
Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil.  Bahan nabati yang baik memiliki kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.
Pencucian
Pencucian bertujuan menghilang-kan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pen-cucian menggunakan air bersih seperti air dari mata air, sumur atau  PAM. Penggunaan air kotor menye-babkan jumlah mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah.  Pada saat pencucian per-hatikan air cucian dan air bilasan-nya, jika masih terlihat kotor ulangi pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mung-kin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
a. Perendaman bertingkat
Perendamana biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung kotoran seperti daun, bunga, buah dll.  Proses perendaman  dilakukan beberapa kali pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya mengandung kotoran paling banyak.  Saat perendaman kotoran-kotoran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan.  Metoda ini akan menghemat peng-gunaan air, namun sangat mudah melarutkan zat-zat yang terkandung dalam bahan.
b. Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak melekat pada bahan seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain.  Proses penyemprotan dilakukan de-ngan menggunakan air yang ber-tekanan tinggi. Untuk lebih me-nyakinkan kebersihan bahan, ko-toran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya meng-gunakan air yang cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko hilang/larutnya kandungan dalam bahan.
c. Penyikatan (manual maupun oto-matis)
Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang keras/tidak lunak dan kotoran-nya melekat sangat kuat.  Pencucian ini memakai alat bantu sikat yang di- gunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal ini perlu diper-hatikan kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan dilakukan terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak bahannya.  Pem-bilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat. Metode pencuci-an ini dapat menghasilkan bahan yang lebih bersih dibandingkan de-ngan metode pencucian lainnya, namun meningkatkan resiko kerusa-kan bahan, sehingga merangsang tumbuhnya bakteri atau mikro-organisme.
Penirisan/pengeringan
Setelah pencucian, bahan lang-sung ditiriskan di rak-rak pengering. Khusus untuk bahan rimpang pen-jemuran dilakukan  selama 4 - 6 hari. Selesai pengeringan dilakukan kem-bali penyortiran apabila bahan lang-sung digunakan dalam bentuk segar sesuai dengan permintaan. Contoh-nya untuk rimpang jahe, perlu dilakukan penyortiran sesuai standar perdagangan, karena mutu bahan menentukan harga jual. Berdasarkan standar perdagangan, mutu rimpang jahe segar dikategorikan sebagai berikut :
  • Mutu I : bobot 250 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak me-ngandung benda asing dan tidak berjamur.
  • Mutu II : bobot 150 - 249 g/rim-pang, kulit tidak terkelupas, tidak mengandung benda asing dan tidak berjamur.
  • Mutu III : bobot sesuai hasil analisis, kulit yang terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum 3%, kapang mak-simum 10%.
Untuk ekspor jahe dalam bentuk asinan jahe, dipanen pada  umur 3 - 4 bulan, karena pada umur tersebut serat dan pati jahe masih sedikit.  Mutu jahe yang diinginkan adalah bobot 60 - 80 g/rimpang. Selesai penyortiran bahan langsung dikemas dengan menggunakan jala plastik atau sesuai dengan permintaan.  Di samping dijual dalam bentuk segar, rimpang juga dapat dijual dalam bentuk kering yaitu simplisia yang dikeringkan.
Perajangan
Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan.  Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan tidak lunak seperti akar, rim-pang, batang, buah dan lain-lain.  Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan ber-pengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif  yang terkandung dalam bahan.  Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran  dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur.
Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7 - 8 mm, jahe, kunyit dan kencur 3 - 5 mm.  Perajangan bahan dapat dilakukan secara manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin pemotong/ perajang.  Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian.  Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya me-lintang (slice).
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pem-busukan dapat terhambat.  Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu diperhati-kan.  Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan.  Pada umumnya suhu pengeringan  adalah antara 40 - 600C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%.  Demikian pula de-ngan waktu pengeringan juga ber-variasi, tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga.  Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pro-ses pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan mengguna-kan sinar matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). Penge-ringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matahari ataupun secara mo-dern dengan menggunakan alat pe-ngering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh dryer.
Pengeringan hasil rajangan dari temu-temuan dapat dilakukan de-ngan menggunakan sinar matahari, oven, blower dan fresh dryer pada suhu 30 - 500C.  Pengeringan pada suhu terlalu tinggi dapat merusak komponen aktif, sehingga mutunya dapat menurun. Untuk irisan rim-pang jahe dapat dikeringkan meng-gunakan alat pengering energi surya, dimana  suhu pengering dalam ruang pengering berkisar antara 36 - 450C dengan tingkat kelembaban 32,8 - 53,3% menghasilkan kadar minyak atsiri lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan matahari lang-sung maupun oven.  Untuk irisan temulawak yang dikeringkan dengan sinar matahari langsung, sebelum dikeringkan terlebih dulu irisan rimpang direndam dalam larutan asam sitrat 3% selama 3 jam. Selesai peren-aman irisan dicuci kembali sampai bersih, ditiriskan kemudian  dijemur dipanas matahari. Tujuan dari perendaman adalah untuk mencegah terjadinya degradasi kur-kuminoid pada simplisia pada saat penjemuran juga mencegah peng-uapan minyak atsiri yang berlebihan. Dari hasil analisis diperoleh kadar minyak atsirinya 13,18% dan kur-kumin 1,89%. Di samping meng-gunakan sinar matahari langsung, penjemuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan blower pada suhu 40 - 500C.  Kelebihan dari alat ini adalah waktu  penjemuran lebih singkat yaitu sekitar 8 jam, di-bandingkan dengan sinar matahari membutuhkan waktu lebih dari 1 minggu. Pelain kedua jenis pengeri-ng tersebut juga terdapat alat pengering fresh dryer, dimana suhunya hampir sama dengan suhu ruang, tempat tertutup dan lebih higienis. Kelemahan dari alat ter-sebut waktu pengeringan selama 3 hari. Untuk daun  atau herba, penge-ringan dapat dilakukan dengan me-nggunakan sinar matahari di dalam tampah yang ditutup dengan kain hitam, menggunakan alat pengering fresh dryer atau cukup dikering-anginkan saja.
Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzi-matis, pencokelatan, fermentasi dan oksidasi.  Ciri-ciri waktu pengering-an sudah berakhir apabila daun atau-pun temu-temuan sudah dapat di-patahkan dengan mudah. Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air ± 8 - 10%.  Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan baik dalam pengolahan mau-pun waktu penyimpanan.
Penyortiran (kering).
Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda asing lainnya.  Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan.
Pengemasan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di-keringkan.  Jenis kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit pena-nganan, dapat melindungi isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.
Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan ; nama bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode pe-nyimpanan.
Penyimpanan
Penyimpanan simplisia dapat di-lakukan  di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan ber-ventilasi.  Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan panas. Perlakuan sim-plisia dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat meng-kontaminasi simplisia tanaman obat (Berlinda dkk, 1998). Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama penyimpanan 3 - 6 bulan.  Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus diperhati-kan adalah cara penanganan yang tepat dan higienes. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah :
  •  Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
  •  Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk air hujan.
  • Suhu gudang tidak melebihi 300C.
  • Kelembabab udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650 C) untuk mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme se-hingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering.
  • Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.
  •  Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering me-makan simplisia yang disimpan harus dicegah.
    (http://balittro.litbang.deptan.go.id)

Selasa, 12 Juni 2012

jahe merah : kenapa kalah "bersaing" dengan jahe emprit ?

Pengamatan dan pengalaman langsung saya di lapangan menunjukkan bahwa judul postingan saya sedang terjadi sekarang dengan sangat kentara. mengapa ? inilah argumentasi menurut hemat saya, jahe emprit dipergunakan mayoritas untuk produksi makanan dan minuman sedangkan jahe merah adalah bahan baku untuk obat-obatan dan jamu-jamuan, secara kuantitas tentu kebutuhan akan produk makanan dan minuman jauh lebih tinggi daripada kebutuhan terhadap obat (biofarmasi).

Disamping itu, panen raya jahe merah seperti sekarang ini telah menciptakan suatu bottle neck distribusi jahe dari supplier (petani) ke industri pengolahan oleh karena kebutuhan jahe merah di dalam negeri jauh lebih kecil daripada supply yang ditawarkan. Nah, inilah penyebab jatuhnya harga jahe merah ke level terrndah.

Terus bagaimana nasib petani jahe merah ? dalam kondisi seperti ini, sebagian petani jahe merah berpikir untuk beralih dan tidak lagi menanam jahe merah, sebagian lagi memilih menanam tetapi dengan jumlah yang relatif sedikit, dan sebagian lagi justru beralih menanam jahe emprit.

Bagaimana kalau suatu saat jahe emprit yang banjir di pasar sementara jahe merah  mulai langka ? lazimnya dalam dunia agrobis selama ini, harga jahe emprit akan menurun sementara jahe merah akan naik lagi,  begitu...begitu.....seterusnya bagaikan lingkaran yang tidak berujung pangkal. Akan tetapi seperti yang saya uraikan diawal tulisan ini, tentu untuk membuat jenuh pasar jahe emprit jauh lebih susah daripada pasar jahe merah karena memang pangsa pasar jahe emprit jauh lebih besar daripada jahe merah.

Ekspor adalah salah satu cara untuk menyerap produksi jahe merah berlebih di pasar lokal, akan tetapi sudah adakah atau banyakkah eksportir yang bergerak dibidang ini ? terus terang saya tidak tahu...Segmen pasar antara jahe merah dan jahe emprit memang berbeda dan ini perlu disadari oleh para petani dan pedagang jahe.

Pembaca yang budiman tentu juga mempunyai pendapat tersendiri mengenai apa yang saya ulas sedikit diatas, marilah di-share sebagai bahan diskusi kita.

salam agro...........
   

Minggu, 10 Juni 2012

Penawaran Kerjasama : Pemasaran Jahe Merah Kering

hallo semua, cukup lama saya gak post di blog ini, bukan karena apa-apa tetapi kesibukan membuat jadi lupa punya blog yang saya sayangi ini (hehhehe...).
Setelah lama mengamati peluang usaha dan pasar yang berkaitan dengan jahe merah, akhirnya saya menyimpulkan bahwa prospek pasar jahe merah kering jauh lebih menguntungkan bagi petani di Mamuju dari pada harus menjual dalam bentuk segar. Jahe segar sangat dekat dengan kata-kata busuk, rusak, susut, dipermainkan makelar, rugi dll (wah, kok gitu ya....? ), sedangkan jahe kering memang memerlukan proses lanjutan yang cukup menyita waktu, tenaga, dan biaya akan tetapi hasilnya sangat bagus, yah minimal kita terbebas dari rasa panik barang harus cepat laku.
Lewat blog ini, saya mengundang siapa pun yang serius yang memiliki akses pasar baik domestik maupun ekspor untuk memasarkan jahe merah rajang kering, dan kami siap untuk men-supply sesuai spesifikasi yang diminta...ini memang penawaran bisnis, bukan sekedar tuliasan post and share.

kalau ada yang berminat, hubungi saya di 082131155306, sms juga boleh....saya tunggu siapa cepat dan cocok dia yang dapat peluang ini.......prinsip dasarnya adalah kerjasama yang saling menguntungkan diantara kedua belah pihak....terimakasih

Senin, 28 Mei 2012

Minyak Atsiri : Sebuah Komoditas Global

Selain jahe, masih banyak komoditas lain yang menjadi penghasil minyak atsiri, berikut adalah artikel yang saya copas dari http://minyakatsiriindonesia.wordpress.com, artikel ini bagus banget sebagai pengetahuan terutama bagi pelaku usaha agrobis.

Volume perdagangan minyak atsiri dunia diperkirakan bernilai sekitar USD4 milliar pada tahun 2007. Indonesia adalah salah satu pengekspor utama minyak atsiri dunia dengan nilai ekspor minyak atsiri dan turunannya: lebih dari USD120 juta pada tahun 2007. Di antara sekitar 3 ratus jenis minyak atsiri, terdapat puluhan jenis minyak atsiri yang sudah, sedang dan berpotensi dikembangkan di Indonesia. Makalah ini, selain memaparkan perkiraan volume output dunia dan Indonesia, juga membahas karakteristik singkat industri pengguna minyak atsiri secara singkat.

1. Minyak atsiri Indonesia dengan potensi pemakaian lebih dari 1000 ton per tahun
1.1. Minyak daun dan gagang cengkeh (clove leaf oil & clove stem oil)
Perkiraan pemakaian dunia saat ini sekitar 3500 ton/tahun, Indonesia adalah produsen utama, memproduksi sekitar 2500 ton pada tahun 2007. Pengguna utamanya adalah industri kimia aromatik, flavor & fragrance dan farmasi.

1.2. Minyak sereh wangi (citronella oil)
Perkiraan pemakaian dunia saat ini lebih dari 2000 ton/tahun, Indonesia adalah produsen nomor 3 dunia (setelah China & Vietnam) dengan produksi pada 2007 sekitar 300 ton. Kebutuhan dalam negeri China akhir-akhir ini meningkat dan diperkirakan mencapai 800 ton per tahun sehingga posisinya sewaktu-waktu bisa beralih menjadi netimporter. Pengguna produk ini sangat beragam dan berkembang antara lain industri flavor & fragrance, detergent, obat nyamuk dan kimia aromatik

1.3. Minyak nilam (patchouli oil)
Perkiraan pemakaian dunia pada tahun 2006 sekitar 1500 ton/tahun dan Indonesia adalah produsen utama. India & China sampai sejauh ini belum mampu berproduksi lebih dari 100ton/tahun. Situasi tahun 2007-2008 yang tidak kondusif berakibat turunnya produksi dan pemakaian sampai lebih dari 40%. Pemakai utamanya adalah industri fragrance

1.4. Minyak terpentin (turpentine Oil)
Indonesia adalah produsen dengan output sekitar 10,000 ton per tahun (nomor dua setelah China). Pemakai utamanya adalah industri kimia aromatik.
Pasar minyak-minyak di atas relatif mudah diraih. Yang paling penting dalam meraih pasar tersebut adalah penyediaan bahan baku yang berkelanjutan serta teknik produksi yang efisien dan mutu minyak yang sesuai. Minyak atsiri lain yang berpotensi pemakaian di atas 1000 ton per tahun adalah mint oil (mentha arvensis) dan beberapa jenis citrus oil, menurut beberapa penelitian bisa dikembangkan di Indonesia. Mint & Citrus oil merupakan minyak atsiri dengan potensi pemakaian puluhan ribu ton per tahun.
2. Minyak atsiri Indonesia dengan potensi pemakaian antara 100-1000 ton per tahun
2.1. Minyak Pala (nutmeg oil) dan minyak fuli (mace oil)
Perkiraan permintaan dunia lebih dari 250 ton per tahun dan Indonesia adalah pemain utama dengan volume ekspor lebih dari 200ton per tahun. Akhir-akhir ini output menurun drastic karena hama yang menyerang tanaman pala di Sumatera.

2.2. Minyak Akar Wangi (vetiver oil)
Perkiraan permintaan dunia lebih dari 200 ton per tahun. Pemain utama minyak akar wangi adalah Haiti. India berproduksi cukup besar (puluhan ton per tahun), namun permintaan dalam negerinya lebih besar daripada output. Indonesia merupakan pemain penting dengan sentra produksi di Garut (output saat ini diperkirakan berkisar antara 20-30 ton per tahun).

2.3. Minyak Kayu Putih (cajeput oil)
Perkiraan permintaan dunia lebih dari 100 ton per tahun dengan pemakaian terkonsentrasi di regional Asia Tenggara. Sedangkan di dunia, minyak eukaliptus lebih banyak dipakai
3. Minyak atsiri Indonesia dengan potensi pemakaian kurang dari 100 ton per tahun
3.1. Minyak Cendana (sandalwood oil)
Perkiraan permintaan dunia lebih dari 50 ton per tahun. Pemain utamanya adalah India. Indonesia (sebelum Timor Timur merdeka) pernah menduduki peringkat 2. Saat ini, Australia melakukan penaman santalum album besar-besaran dan dalam beberapa tahun ke depan akan menjadi pemain utama dunia.

3.2. Minyak Kananga (Cananga Oil)
Minyak atsiri ini hanya diproduksi di Indonesia dengan output sekitar 20 ton per tahun. Di dunia pemakaian minyak kananga masih terbatas dibandingkan minyak ylang ylang.

3.3. Minyak Massoi (Massoia Bark Oil)
Minyak atsiri ini hanya diproduksi di Indonesia dengan output lebih dari 5 ton per tahun. Minyak ini merupakan sumber natural lactone. Minyak Lada Hitam (Black Pepper Oil) Minyak atsiri Indonesia dengan potensi pemakaian kurang dari 100ton per tahun.

3.4. Minyak Kemukus (Cubeb Oil)
Minyak atsiri ini hanya diproduksi di Indonesia dengan output beberapa ton per tahun. Kemukus adalah tanaman liar merambat  yang bijinya juga dibutuhkan sebagai bahan obat tradisional maupun bumbu masakan India.

3.5. Minyak Daun Jeruk Purut (Kaffir Lime Leaf Oil)
Minyak atsiri ini hanya di produksi di Indonesia dengan output beberapa ton per tahun. Pemakaian sementara ini hanya untuk fragrance, padahal potensi di flavor cukup besar hanya saja minyak atsiri ini belum memiliki nomor FEMA.

Masih ada beberapa minyak atsiri Indonesia lainnya seperti minyak lawang yang hanya dipakai di pasar domestik untuk obat gosok dan mempunyai nilai ekonomi rendah, minyak gurjun yang bisa berfungsi sebagai fixative namun pengadaan bahan bakunya berkategori ilegal, minyak lada hitam (black pepper oil) yang produsen utamanya adalah India (sebagian bahan baku impor dari Indonesia) dan mereka beroperasi efisien dengan mengintegrasikan produksi oleoresin dan oil. Selain itu juga banyak disebut di media beberapa jenis minyak atsiri dari bahan baku bunga. Sejauh ini produksinya masih sangat terbatas dan berskala kecil sekali dan belum mencapai skala ekonomis untuk bersaing dengan produsen utama di India, Mesir maupun Eropa Timur.
Pemasaran minyak atsiri tidak bisa terlepas dari penggunaannya. Industri pengguna utama minyak atsiri adalah industri flavor & fragrance, industri kimia aromatik, industri farmasi, industri kosmetik (termasuk spa) dan toiletries (termasuk detergent), industri pengendalian serangga/hama serta industri makanan & minuman.
Hampir semua jenis minyak atsiri digunakan untuk industri flavor & fragrance. Oleh karena itu, sektor ini adalah pasar utama minyak atsiri. Pemain utama industri ini adalah perusahaan multinasional dan sebagian besar juga sudah beroperasi di Indonesia. Perkiraan penjualan mereka pada 2007 mencapai USD19.8 milyar dan 69% dikuasai 10 perusahaan besar seperti terlihat pada diagram di bawah (sumber: www.leffingwell.com).
00
Bagi perusahaan-perusahaan tersebut, Indonesia menempati posisi yang strategis, baik sebagai sumber bahan baku maupun sebagai pasar. Yang  mereka harapkan dari pemasok minyak atsiri terutama adalah kesinambungan pasokan, konsistensi kualitas dan harga yang wajar.

Industri kedua yang masih berhubungan dengan industri flavor & fragrance dan merupakan industri antara adalah industri kimia aromatik.  Beberapa minyak atsiri memiliki gugus kimia aromatik yang bisa diisolasi dan direaksikan untuk mendapatkan gugus kimia aromatik lain. Yang berkembang di Indonesia adalah industri kimia aromatik turunan minyak cengkeh (eugenol dll) dan minyak sereh wangi (citronellal dll). Sedangkan yang masih berpotensi untuk dikembangkan adalah industri turunan minyak terpentin (alpha pinene, beta pinene dll). Industri ini membutuhkan minyak atsiri berharga ekonomis karena produk kimia aromatik turunannya masih memerlukan beberapa tahap proses isolasi maupun reaksi lagi. Beberapa produk seperti misalnya geraniol, bisa diproduksi dari sumber bahan baku lain (bukan minyak atsiri) yang lebih ekonomis.

Industri farmasi dengan riset dan pengembangan yang dinamis menyediakan peluang terhadap pemakaian minyak atsiri maupun kimia aromatik turunan minyak atsiri. Industri lain yang prospektif adalah industri spa, kosmetik, makanan-minuman dan pengendalian serangga/hama. Meskipun pasar ini prospektif, kepastian pasar perlu dicermati seksama. Prinsip membuat barang yang diminta pembeli lebih tepat diterapkan daripada membuat barang untuk dijual.

Semoga bermanfaat

Minggu, 27 Mei 2012

Petani Jahe Mamuju Jangan Mau Jadi "Korban"

Hasil kontak-kontak dengan banyak relasi bisnis di Jawa, saya merasakan ada beberapa hal yang patut dicermati oleh para petani jahe di Mamuju, antara lain masuknya buyer-buyer dadakan yang ingin membeli jahe petani dengan sangat murah mumpung harga jahe segar sedang rendah-rendahnya yang dipicu oleh panen yang melimpah di Mamuju, Sulbar.

Baru- baru ini telah terjadi juga penipuan via telepon dengan modus seseorang yang mengaku buyer meminta petani di Mamuju untuk mensupply jahe dengan kuantitas puluhan ton, setelah dicabut dan barang dikirim, buyer bohongan inipun sudah tidak bisa dihubungi lagi, akhirnya si petani pun merugi dan terpaksa dijual setengah harga. Terus ada juga kejadian dimana jahe sudah dikirim ke Surabaya dan telah diterima buyer, akan tetapi pembayaran tak kunjung datang dan si buyer pun menghilang.

Memperhatikan kejadian-kejadian seperti diatas, petani di Mamuju harus lebih hati-hati menanggapi pembeli yang mau membeli jahe mereka, tips dibawah ini mungkin bisa dijadikan acuan :

  1. Jangan bertransaksi bila anda tidak kenal face to face dengan si buyer, pastikan anda tahu alamat dan identitas si pembeli tersebut.
  2. Untuk transaksi yang pertama kali, jangan lepas barang bila belum ada pembayaran sama sekali, minimal ada DP 30 % lah.
  3. kalau terpaksa harus kirim barang duluan tanpa ada pembayaran, usahakan anda harus ikut dalam pengiriman barang tersebut, selalu monitor di mana anda diminta untuk menurunkan barang, catat identitas pengangkutan, bila perlu diam-diam ambil photo si buyer (pake kamera HP saja).
  4. Selalu waspada dengan kemungkinan kejahatan dan penipuan.
Banyak pembeli yang memanfaatkan kepanikan penjual oleh karena jahe segar rawan dengan susut dan busuk, sehingga jangan sampai petani diperdaya oleh pembeli nakal, di lain pihak petani juga harus berkomitmen untuk memberikan kualitas jahe terbaik kepada pembeli, jangan ada akal-akalan atau sesuatu yang ditutup-tutupi.

(bersambung,,,,,,,,,,,)

 


Selasa, 22 Mei 2012

Fenomena Jahe : Jahe Emprit, Jahe Gajah, dan jahe Merah

mengamati geliat bisnis jahe dalam kurang lebih dalam seminggu terakhir, terjadi fenomena dimana jahe merah dan jahe gajah hancur di pasaran sedangkan jahe emprit relatif "aman" di puncak klasemen. Ada apakah ? ada pemain agroproduct yan mengatakan bahwa sebenarnya terutama jahe merah belum beradaptasi dengan pasar, artinya mereka sebisa bisanya tidak memakai jahe merah untuk keperluan mereka sepanjang jahe emprit.

Jahe emprit lah yang sedang jadi primadona pasar, saya melihat justru begini, jahe merah lagi panen raya di Mamuju, dan jahe gajah juga panen raya di jawa, sedangkan jahe emprit tidak, luasan lahan yang ditanami jahe emprit tidak seluas jahe merah dan jahe gajah sehingga mengakibatkan supply jahe emprit di pasaran berkurang, nah...karena permintaan yang cenderung stabil maka jahe emprit di pasar menjadi langka...

Kalau melihat hasil laboratorium dan praktikum beberapa lembaga pertanian, saya melihat jahe merah, jahe gajah, dan jahe emprit memiliki keunggulan masing-masing sehingga tidak tepat bila ada yang mengatakan bahwa jahe emprit superior di pasaran. Saya amati pergerakan harga beberapa bulan terakhir sebenarnya harga jahe merah cukup berimbang dengan harga jahe emprit di pulau Jawa. 

Kadar minyak atsiri dan oleoresin jahe merah sebenarnya relatif lebih tinggi dari pada jahe emprit, apalagi jika dibandingkan dengan jahe gajah, sehingga secara ekonomis kelayakan jahe merah masing sangat diperhitungkan di pasaran, tetapi masalahnya dalam market jahe, seperti halnya anthurium beberapa tahun yang lalu, terlalu banyak makelar terlibat sehingga akhirnya membingungkan petani dan end user. Sudah jamak dalam dunia bisnis, apabila real buyer lebih sedikit dari pada calo (makelar) maka harga akan kacau, karena calo alias makelar ini hanya berpikir keuntungan sesaat tanpa memilirkan kelanjutan bisnis secara makro.

Siapa Real Buyer jahe ? ya tentu para pengusaha yang bergerak dibidang perjahean, misalnya perusahaan obat tradisional, eksportir, home industry, pengolah jahe kering, industri jahe bubuk  dll.
Siapa Calo (Makelar) Jahe ? siapa saja yang mau memanfaatkan celah pasar antara petani dan pengusaha, kehadirannya memang dibutuhkan tetapi dalam batas tertentu justru akan "menghancurkan" bisnis perjahean itu sendiri...

Yah, mungkin banyak yang tidak setuju atau ingin menambahkan postingan saya, silahkan post on   comments !!!