Panen merupakan salah satu rangkaian tahapan dalam proses budidaya tanaman obat. Waktu,
cara pemanenan dan penanganan bahan setelah panen merupakan periode
kritis yang sangat menen-tukan kualitas dan kuantitas hasil tanaman.
Oleh karena itu waktu, cara panen dan penanganan tanaman yang tepat dan
benar merupakan faktor penentu kua-litas dan kuantitas. Setiap jenis
tanaman memiliki waktu dan cara panen yang berbeda. Tanaman yang
dipanen buahnya memiliki waktu dan cara panen yang berbeda dengan
tanaman yang dipanen berupa biji, rimpang, daun, kulit dan batang.
Begitu juga tanaman yang mengalami stres lingkungan akan memiliki waktu
panen yang ber-beda meskipun jenis tanamannya sama. Berikut ini
diuraikan saat panen yang tepat untuk beberapa jenis tanaman obat.
Biji. Panen
tidak bisa dilakukan secara serentak karena perbedaan waktu pematangan
dari buah atau polong yang berbeda. Pemanenan biji di-lakukan pada saat
biji telah masak fisiologis. Fase ini ditandai dengan sudah maksimalnya
pertumbuhan buah atau polong dan biji yang di dalamnya telah terbentuk
dengan sempurna. Kulit buah atau polong mengalami perubahan warna
misalnya kulit polong yang semula warna hijau kini berubah menjadi agak
kekuningan dan mulai mengering. Pemanenan biji pada tanaman se-musim
yang sifatnya determinate dilakukan secara serentak pada suatu luasan
tertentu. Pemanenan dilaku-kan setelah 60% kulit polong atau kulit biji
sudah mulai mongering. Hal ini berbeda dengan tanaman se-musim
indeterminate dan tahunan, yang umumnya dipanen secara ber-kala
berdasarkan pemasakan dari biji/polong.
Buah.
Buah harus dipanen setelah masak fisiologis dengan cara me-metik.
Pemanenan sebelum masak fisiologis akan menghasilkan buah dengan
kualitas yang rendah dan kuantitasnya berkurang. Buah yang dipanen pada
saat masih muda, seperti buah mengkudu, jeruk nipis, jambu biji dan
buah ceplukan akan memiliki rasa yang tidak enak dan aromanya kurang
sedap. Begitu pula halnya dengan pemanenan yang terlambat akan
menyebabkan pe-nurunan kualitas karena akan terjadi perombakan bahan
aktif yang ter-dapat di dalamnya menjadi zat lain. Selain itu tekstur
buah menjadi lembek dan buah menjadi lebih cepat busuk.
Daun.
Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh maksimal dan
sudah memasuki periode matang fisiologis dan dilakukan dengan memangkas
tanaman. Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan pisau yang bersih
atau gunting stek. Pemanenan yang terlalu cepat menyebabkan hasil
produksi yang diperoleh rendah dan kandungan bahan bahan aktifnya juga
rendah, seperti tanaman jati belanda dapat dipanen pada umur 1 - 1,5
tahun, jambu biji pada umur 6 - 7 bulan, cincau 3 - 4 bulan dan lidah
buaya pada umur 12 - 18 bulan setelah tanam. Demikian juga dengan
pe-manenan yang terlambat menyebab-kan daun mengalami penuaan
(se-nescence) sehingga mutunya rendah karena bahan aktifnya sudah
ter-degradasi. Pada beberapa tanaman pemanenan yang terlambat akan
mempersulit proses panen.
Rimpang. Untuk
jenis rimpang waktu pe-manenan bervariasi tergantung peng-gunaan.
Tetapi pada umumnya pe-manenan dilakukan pada saat tanam-an berumur 8 -
10 bulan. Seperti rimpang jahe, untuk kebutuhan eks-por dalam bentuk
segar jahe dipanen pada umur 8 - 9 bulan setelah tanam, sedangkan untuk
bibit 10 - 12 bulan. Selanjutnya untuk keperluan pem-buatan jahe
asinan, jahe awetan dan permen dipanen pada umur 4 - 6 bulan karena pada
umur tersebut serat dan pati belum terlalu tinggi. Sebagai bahan obat,
rimpang di-panen setelah tua yaitu umur 9 - 12 bulan setelah tanam.
Untuk temu-lawak pemanenan rimpang dilaku-kan setelah tanaman berumur 10
- 12 bulan. Temulawak yang dipanen pada umur tersebut menghasilkan
kadar minyak atsiri dan kurkumin yang tinggi. Penanaman rimpang
dilakukan pada saat awal musim hujan dan dipanen pada pertengahan musim
kemarau. Saat panen yang tepat ditandai dengan mulai menge-ringnya
bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah (daun dan batang
semu), misalnya kunyit, temulawak, jahe, dan kencur.
Bunga.
Bunga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik dalam bentuk segar
maupun kering. Bunga yang digunakan dalam bentuk segar, pemanenan
dilakukan pada saat bunga kuncup atau setelah per-tumbuhannya maksimal.
Berbeda dengan bunga yang digunakan dalam bentuk kering, pemanenan
dilakukan pada saat bunga sedang mekar. Seperti bunga piretrum, bunga
yang dipanen dalam keadaan masih kuncup menghasilkan kadar piretrin
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga yang sudah mekar.
Kayu.
Pemanenan kayu dilakukan setelah pada kayu terbentuk senyawa metabolit
sekunder secara maksimal. Umur panen tanaman berbeda-beda tergantung
jenis tanaman dan ke-cepatan pembentukan metabolit sekundernya. Tanaman
secang baru dapat dipanen setelah berumur 4 sampai 5 tahun, karena
apabila dipanen terlalu muda kandungan zat aktifnya seperti tanin dan
sappan masih relatif sedikit.
Herba.
Pada beberapa tanaman semusim, waktu panen yang tepat adalah pada saat
pertumbuhan vegetatif tanaman sudah maksimal dan akan memasuki fase
generatif atau dengan kata lain pemanenan dilakukan sebelum ta-naman
berbunga. Pemanenan yang dilakukan terlalu awal mengakibat-kan produksi
tanaman yang kita dapatkan rendah dan kandungan bahan aktifnya juga
rendah. Sedang-kan jika pemanenan terlambat akan menghasilkan mutu
rendah karena jumlah daun berkurang, dan batang tanaman sudah berkayu.
Contohnya tanaman sambiloto sebaiknya di-panen pada umur 3 - 4 bulan,
pegagan pada umur 2 - 3 bulan setelah tanam, meniran pada umur kurang
lebih 3,5 bulan atau sebelum berbunga dan tanaman ceplukan dipanen
setelah umur 1 - 1,5 bulan atau segera setelah timbul kuncup bunga,
terbentuk.
Cara Panen
Pada
waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas
dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang diguna-kan dipilih
dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak
diperlukan. Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu
atau cangkul. Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau
dipisahkan. Penempatan dalam wadah (keran-jang, kantong, karung dan
lain-lain) tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan
tidak rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan diusahakan supaya
bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebab-kan
terjadinya proses fermentasi/ busuk. Bahan juga harus dijaga dari
gang-guan hama (hama gudang, tikus dan binatang peliharaan).
Penanganan Pasca Panen
Pasca
panen merupakan kelanjut-an dari proses panen terhadap tanaman budidaya
atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk
membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang
baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai
proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu
pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan proses panen
tanaman tersebut. Selama proses pasca panen sangat penting diperhatikan
keber-sihan dari alat-alat dan bahan yang digunakan, juga bagi
pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung
tangan. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia
tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki
nilai jual yang tinggi. Secara umum faktor-faktor dalam penanganan pasca
panen yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
Penyortiran (segar)
Penyortiran
segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda
atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati
yang baik memiliki kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih
dari 2%. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan bahan
yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi
jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.
Pencucian
Pencucian
bertujuan menghilang-kan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba
yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan setelah
panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pen-cucian menggunakan air
bersih seperti air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan air kotor
menye-babkan jumlah mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan
bertambah. Pada saat pencucian per-hatikan air cucian dan air
bilasan-nya, jika masih terlihat kotor ulangi pencucian/pembilasan
sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa pencucian harus
dilakukan dalam waktu yang sesingkat mung-kin untuk menghindari larut
dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
a. Perendaman bertingkat
Perendamana
biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung kotoran
seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman dilakukan beberapa
kali pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama air
cuciannya mengandung kotoran paling banyak. Saat perendaman
kotoran-kotoran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung
dengan tangan. Metoda ini akan menghemat peng-gunaan air, namun sangat
mudah melarutkan zat-zat yang terkandung dalam bahan.
b. Penyemprotan
Penyemprotan
biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak melekat pada bahan
seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain. Proses penyemprotan
dilakukan de-ngan menggunakan air yang ber-tekanan tinggi. Untuk lebih
me-nyakinkan kebersihan bahan, ko-toran yang melekat kuat pada bahan
dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya
meng-gunakan air yang cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko
hilang/larutnya kandungan dalam bahan.
c. Penyikatan (manual maupun oto-matis)
Pencucian
dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang keras/tidak
lunak dan kotoran-nya melekat sangat kuat. Pencucian ini memakai alat
bantu sikat yang di- gunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal
ini perlu diper-hatikan kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan
dilakukan terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak
bahannya. Pem-bilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat. Metode
pencuci-an ini dapat menghasilkan bahan yang lebih bersih dibandingkan
de-ngan metode pencucian lainnya, namun meningkatkan resiko kerusa-kan
bahan, sehingga merangsang tumbuhnya bakteri atau mikro-organisme.
Penirisan/pengeringan
Setelah
pencucian, bahan lang-sung ditiriskan di rak-rak pengering. Khusus
untuk bahan rimpang pen-jemuran dilakukan selama 4 - 6 hari. Selesai
pengeringan dilakukan kem-bali penyortiran apabila bahan lang-sung
digunakan dalam bentuk segar sesuai dengan permintaan. Contoh-nya untuk
rimpang jahe, perlu dilakukan penyortiran sesuai standar perdagangan,
karena mutu bahan menentukan harga jual. Berdasarkan standar
perdagangan, mutu rimpang jahe segar dikategorikan sebagai berikut :
- Mutu I : bobot 250 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak me-ngandung benda asing dan tidak berjamur.
- Mutu II : bobot 150 - 249 g/rim-pang, kulit tidak terkelupas, tidak mengandung benda asing dan tidak berjamur.
- Mutu III : bobot sesuai hasil analisis, kulit yang terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum 3%, kapang mak-simum 10%.
Untuk
ekspor jahe dalam bentuk asinan jahe, dipanen pada umur 3 - 4 bulan,
karena pada umur tersebut serat dan pati jahe masih sedikit. Mutu jahe
yang diinginkan adalah bobot 60 - 80 g/rimpang. Selesai penyortiran
bahan langsung dikemas dengan menggunakan jala plastik atau sesuai
dengan permintaan. Di samping dijual dalam bentuk segar, rimpang juga
dapat dijual dalam bentuk kering yaitu simplisia yang dikeringkan.
Perajangan
Perajangan
pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti
pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan.
Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar
dan tidak lunak seperti akar, rim-pang, batang, buah dan lain-lain.
Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan ber-pengaruh
terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis
dapat mengurangi zat aktif yang terkandung dalam bahan. Sedangkan jika
terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan
memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar bahan
mudah ditumbuhi oleh jamur.
Ketebalan
perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7 - 8 mm, jahe,
kunyit dan kencur 3 - 5 mm. Perajangan bahan dapat dilakukan secara
manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan
mesin pemotong/ perajang. Bentuk irisan split atau slice tergantung
tujuan pemakaian. Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi
bentuk irisan sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya me-lintang (slice).
Pengeringan
Pengeringan
adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara
mengurangi kadar air, sehingga proses pem-busukan dapat terhambat.
Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak
dan tahan disimpan dalam waktu yang lama Dalam proses ini, kadar air
dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu
dan waktu pengeringan perlu diperhati-kan. Suhu pengeringan tergantung
pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada umumnya suhu pengeringan
adalah antara 40 - 600C dan hasil yang baik dari proses
pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. Demikian
pula de-ngan waktu pengeringan juga ber-variasi, tergantung pada jenis
bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga. Hal
lain yang perlu diperhatikan dalam pro-ses pengeringan adalah kebersihan
(khususnya pengeringan mengguna-kan sinar matahari), kelembaban udara,
aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). Penge-ringan bahan
dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matahari
ataupun secara mo-dern dengan menggunakan alat pe-ngering seperti oven,
rak pengering, blower ataupun dengan fresh dryer.
Pengeringan hasil rajangan dari temu-temuan dapat dilakukan de-ngan menggunakan sinar matahari, oven, blower dan fresh dryer pada suhu 30 - 500C.
Pengeringan pada suhu terlalu tinggi dapat merusak komponen aktif,
sehingga mutunya dapat menurun. Untuk irisan rim-pang jahe dapat
dikeringkan meng-gunakan alat pengering energi surya, dimana suhu
pengering dalam ruang pengering berkisar antara 36 - 450C
dengan tingkat kelembaban 32,8 - 53,3% menghasilkan kadar minyak atsiri
lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan matahari lang-sung maupun
oven. Untuk irisan temulawak yang dikeringkan dengan sinar matahari
langsung, sebelum dikeringkan terlebih dulu irisan rimpang direndam
dalam larutan asam sitrat 3% selama 3 jam. Selesai peren-aman irisan
dicuci kembali sampai bersih, ditiriskan kemudian dijemur dipanas
matahari. Tujuan dari perendaman adalah untuk mencegah terjadinya
degradasi kur-kuminoid pada simplisia pada saat penjemuran juga mencegah
peng-uapan minyak atsiri yang berlebihan. Dari hasil analisis diperoleh
kadar minyak atsirinya 13,18% dan kur-kumin 1,89%. Di samping
meng-gunakan sinar matahari langsung, penjemuran juga dapat dilakukan
dengan menggunakan blower pada suhu 40 - 500C.
Kelebihan dari alat ini adalah waktu penjemuran lebih singkat yaitu
sekitar 8 jam, di-bandingkan dengan sinar matahari membutuhkan waktu
lebih dari 1 minggu. Pelain kedua jenis pengeri-ng tersebut juga
terdapat alat pengering fresh dryer, dimana suhunya hampir sama
dengan suhu ruang, tempat tertutup dan lebih higienis. Kelemahan dari
alat ter-sebut waktu pengeringan selama 3 hari. Untuk daun atau herba,
penge-ringan dapat dilakukan dengan me-nggunakan sinar matahari di dalam
tampah yang ditutup dengan kain hitam, menggunakan alat pengering fresh dryer atau cukup dikering-anginkan saja.
Pengeringan
dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzi-matis,
pencokelatan, fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengering-an
sudah berakhir apabila daun atau-pun temu-temuan sudah dapat di-patahkan
dengan mudah. Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki
kadar air ± 8 - 10%. Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan
dapat ditekan baik dalam pengolahan mau-pun waktu penyimpanan.
Penyortiran (kering).
Penyortiran
dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat
pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda
asing lainnya. Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan
simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau
pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk
mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan.
Pengemasan
Pengemasan
dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di-keringkan. Jenis
kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni.
Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang
dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit pena-nganan, dapat melindungi
isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi
dan kalau boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.
Berikan
label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan ;
nama bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal
pengemasan, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih,
metode pe-nyimpanan.
Penyimpanan
Penyimpanan
simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di
ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup
kering dan ber-ventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama
menyukai udara yang lembab dan panas. Perlakuan sim-plisia dengan
iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang
dapat meng-kontaminasi simplisia tanaman obat (Berlinda dkk, 1998).
Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia
selama penyimpanan 3 - 6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama yang
harus diperhati-kan adalah cara penanganan yang tepat dan higienes.
Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia
adalah :
- Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
- Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk air hujan.
- Suhu gudang tidak melebihi 300C.
- Kelembabab udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650 C) untuk mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme se-hingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering.
- Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.
- Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering me-makan simplisia yang disimpan harus dicegah.(http://balittro.litbang.deptan.go.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar