Translate

Minggu, 01 Juli 2012

Standar Perajangan Jahe Merah

Menurut Koeswara (1995), jahe yang akan dikeringkan dapat dipotong melintang (dirajang) setebal 3 sampai 4 milimeter (slices), dibelah dua sejajar dengan permukaannya yang datar (split) atau dalam
bentuk utuh, hal ini akan mempengaruhi lama pengeringan sertakandungan minyak atsiri pada jahe. Selain itu, jahe juga dapat dikeringkan tanpa dikuliti, setengah dikuliti atau dikuliti seluruhnya, hal
ini akan berpengaruh pada kadar serat, kandungan mnyak atsiri dan oleoresin jahe serta rendemen produk.

Pengecilan ukuran bahan dengan cara perajangan pada bahan seperti umbi akar dapat memperluas permukaan bahan dan memecahkan dinding-dinding sel yang mengandung minyak dan resin sehingga penetrasi uap panas dan zat pelarut lebih efektif (Maryam, 1985).

Rendemen Jahe Merah Kering…


Berapakah persentase rendemen jahe merah kering ? ini tentu merupakan pertanyaan bagi para pemula wirausaha pengeringan jahe merah, tidak usah khawatir sepanjang masih dalam range hasil penelitian berikut maka dapat dikatakan bahwa usaha anda sudah layak secara teknis walau secara ekonomis masih perlu dipertanyakan.

Guenther (1952) menyatakan bahwa pengeringan merupakan salah satu perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang mengandung oleoresin sebelum diekstraksi. Selama pengeringan terjadi penguapan air serta zatzat yang mudah menguap dari jaringan ke permukaan bahan yang menyebabkan hilangnya zat-zat tersebut. Kerusakan dinding bahan selama proses ekstraksi akan memudahkan pengeluaran minyak dan resin, sehingga waktu ekstraksi menjadi lebih singkat, sedangkan suhu pengeringan yang terlalu tinggi akan menurunkan rendemen oleorein
yang dihasilkan.

Rendemen jahe kering berkisar antara 13 sampai 16 persen dengan kadar air 10 sampai 12 persen dan lama pengeringan sekitar 3 sampai 10 hari tergantung dari cara pengeringannya (Rusli, 1989). Sedangkan menurut Rusli dan Rahmawan (1988), pengeringan jahe dengan menggunakan oven lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan pada tampah atau kamar pengering energi surya. Menurut Purseglove et al (1981), pengeringan jahe dapat dilakukan dibawah suhu 48,5o sampai 81,0oC. Pada umumnya pengeringan dilakukan dibawah suhu 57oC, sedangkan untuk tujuan ekstraksi dapat dilakukan sampai suhu 81oC. Ketaren (1985) menambahkan susut berat jahe selama proses pengeringan jahe sekitar 70 persen dari berat segar. Jahe yang bermutu baik mempunyai kadar air tidak lebih dari 10 persen berat basah, sedangkan jahe yang bermutu rendah berkadar air sekitar 25 persen.

Selamat mengeringkan jahe merah...!!!!!!

Tahap - Tahap Pembuatan Simplisia Jahe Merah

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami penolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain. Simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral (Anonim, 2000).
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau ekssudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Untuk menjalin keseragaman senyawa aktif, keamanan ,aupun kegunaannya maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Untuk memenuhi persyaratan minimal itu, ada beberapa faktor yang berpengaruh antara lain:
a.       Bahan baku simplisia
b.      Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia
c.       Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia
Pemilihan sumber tanaman obat sebagai sumber bahan baku simplisia nabati merupakan salah satu faktor yang sangat berpengfaruh pada mutu simplisia, termasuk di dalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya)  dan pengolahan maupun jenis tanah tempat tumbuh tanaman obat. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau tanaman budidaya.
Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk dijadikan sumber simplisia jika dibandingkan dengan tanaman budidaya,  karena simplisia yang dihasilkan mutunya tidak tetap, hal ini terutama disebabkan antara lain:
1.      Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen tidak tepat dan berbeda-beda. Ini akan berpengaruh pada kadar senyawa aktif. Ini berarti bahwa mutu simplisia yang dihasilkan sering tidak sama karena umur pada saat panen tidak sama.
2.      Jenis tumbuhan yang dipanen sering kurang diperhatikan, sehingga simplisia yang diperoleh tidak sama.
3.      Lingkungan tidak tumbuh yang berbeda, sering mengakibatkan perbedaan kadar kandungan senyawa aktif. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi tinggi tempat, keadaan tanah, dan cuaca. 
Proses pembuatansimplisia merupakan proses tindak lanjut setelah bahan baku simplisia selesai dipanen, sehingga sering disebut proses pasca panen. Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang berfungsi untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah russak dan memiliki kualitas yang baik serat mudah disimpan untuk proses selanjutnya.
Penanganan dan pengelolaan pasca panen adalah suatu perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian hingga produk siap dikonsumsi. Penanaman dan pengelolaan pasca panen tanaman obat dillakukan terutama untuk menghindari kerugian-kerugian yang mungkin timbul akibat perlakuan pra panen dan pasca panen yang kurang tepat. Hal-hal yang dapat mengakibatkan kerugian, misalnya terjadinya perubahan sifat zat yang terdapat dalam tanaman, perlakuan dan cara panen yang tidak tepat, masalah daerah produksi yang menyangkut keadaan iklim dan lingkungan, teknologi pasca panen yang diterapkan, limbah, serta masalah sosial/ekonomi dan budaya masyarakat.
Bahan tanaman yang akan menjadi bahan baku obat, dalam proses pemilihan bibit, budidaya, hingga pemanenan tentunya memiliki standar prosedur untuk menghasilkan bahan obat yang berkualitas. Standar prosedur secara optimal dilakukan antara lain melalui pemilihan bibit unggul, pemberian pupuk dan pestisida serta pemilihan waktu dan cara panen sesuai bagian tanaman yang akan dipanen untuk bahan obat (biji, daun, buah, rimpang, bunga, kayu, atau herba). Akan tetapi disamping itu penangan pasca panenpun tak kalah penting untuk menjaga kualitas hasil panen saat penyimpanan hingga siap pakai sebagai obat tradisional atau masuk dalam proses formulasi sediaan obat modern. Tujuan dari pasca panen ini adalah untuk menghasilkan simplissia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.
Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan, pengawasan mutu, sampai diproleh produk jadi yang siap untuk didistribusikan. Pembuatan simplisia secara umum dapat menggunakan cara-cara berikut:
1.      Pengeringan
2.      Fermentasi
3.      Proses khusus (penyulingan, pengentalan eksudat)
4.      Dengan bantuan air (misal, pada pembuatan pati)
Kementrian negara riset dan teknologi mengakui bahwa aspek pasca penen merupakan hal yang selama ini kurang diperhatikan secara optimal. Secara garis besar, tahap-tahap pembuatan simplisia khususnya rimpang temu-temuan adalah:
1.      Pengumpulan bahan baku
2.      Sortasi basah
3.      Pencucian
4.      Perajangan
5.      Pengeringan
6.      Sortasi kering
7.      Pengepakaan dan penyimpanan
Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang menentukan mutu simplisia dalam berbagai artian, yaitu komposisi senyawa kandungan, kontaminasi, dan stabilitas bahan. Namun demikian, simplisia sebagai produk olahan, variasi senyawa kandungan dapat diperkecil, diatur, diajegkan. Hal ini karena penerapan iptek pertanian pasca panen yang terstandar.
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku dan produk siap dikonsumsi langsung dapat dipertimbangkan tiga konsep ungtuk menyusun parameter standar umum:
1.      Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3 parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan, dan transportasi)
2.      Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memenuhi 3 paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu: Quality/safety/Efficacy (mutu/aman/manfaat).
3.      Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi, komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.
Standarisasi simplisia tidak lain pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dai produk seperti yang telah ditetapkan. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang digunakan adalah persyaratan yang tercantum dalam monografi resmi terbitan DepKes RI seperti Materia Medika Indonesia. Sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi (serbuk jamu dsb) masih harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Mutu suatu ekstrak ditinjau dan dipandang dari senyawa kimia yang dikandung dalaamnya seiring dengan paradigma ilmu kedokteran modern, bahwa respon biologis yang diakibatkan oleh ekstrak pada manusia disebabkan oleh senyawa kimia, bukannya unsur lain seperti bioenergi dan spiritual.
Senyawa kimia dalam ekstrak ditinjau dari aslanya dapat dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu senyawa kandungan asli dari tumbuhan asal, senyawa hasil, perubahan dari senyawa asli, senyawa kontaminasi, baik sebagai polutan atau adiktif proses, senyawa hasil interaksi kontaminasi dengan senyawa asli atau senyawa perubahan. Pengertian dan kesadaran akan adanya 4 kelompok senyawa terkandung dalam ekstrak akan meningkatkan validasi standarisasi dan parameter mutu erkstrak. Kelompok senyawa pertama dan kedua terkait dengan parameter standar umum yang bersifat spesifik, sedangkan kelompok senyawa ketiga dan keeempat merupakan parameter standar umum nonspesifik.
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh denhgan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Adapun Penjelasan masing-masing langkah adalah sebagai  berikut :
a.                   Sortasi basah
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Diperoleh berat untuk rimpang jahe dan lengkuas sebesar 1 kg.
b.                  Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
c.                   Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong. Diperoleh berat basah untuk rimpang jahe dan lengkuas sebesar 1 kg.
d.                  Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan yaitu dengan alat pemanas/oven pada suhu 40-50oC. Pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%.. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan. Diperoleh berat untuk rimpang jahe dan lengkuas sebesar 300 gram.
e.                   Sortasi kering
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya). Diperoleh berat untuk rimpang jahe dan lengkuas sebesar 300 gram.
Sehingga diperoleh rendemen sebesar 30% untuk kedua rimpang tersebut.
f.                   Pengepakaan dan penyimpanan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong kertas). Berikan label yang   jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya. Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.




Rabu, 27 Juni 2012

Standarisasi Ekstrak Herbal

Pembuatan Simplisia

Sediaan obat tradisional atau herbal dibuat dari simplisia tanaman atau bagian dari hewan, atau mineral dalam keadaan segar atau telah dikeringkan dan diawetkan. Agar sediaan obat tradisional atau herbal tersebut dapat dipakai dengan aman, terjaga keseragaman mutu dan kadar kandungan senyawa aktifnya, maka diperlukan standardisasi. Sebelum melalui tahap standardisasi sediaan, maka diperlukan standardisasi bahan baku simplisia, yang meliputi :
Bahan baku simplisia
Dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tumbuhan budidaya
Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia
 Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia (Depkes RI, 1985).
a.Pengumpulan Bahan Baku
Kualitas bahan baku simplisia sangat dipengaruhi beberapa faktor, seperti : umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen, bagian tumbuhan, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh (Depkes RI, 1985).
b.Sortasi
Sortasi dilakukan untuk memisahkan kotoran – kotoran atau bahan – bahan asing lainnya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut terbawa pada proses selanjutnya yang akan mempengaruhi hasil akhir. Sortasi terdiri dari dua cara, yaitu:
Sortasi basah : Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya setelah dilakukan pencucian dan perajangan.
Sortasi kering : Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tumbuhan yang tidak diinginkan dan pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering (Depkes RI, 1985).

c.Pengeringan
Pengeringan dilakukan agar memperoleh simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara alami dan secara buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari baik secara langsung maupun ditutupi dengan kain hitam. Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan oven. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30oC – 90oC (Depkes RI, 1985).

d.Pengemasan dan Penyimpanan
Pengepakan simplisia dapat menggunakan wadah yang inert, tidak beracun, melindungi simplisia dari cemaran serta mencegah adanya kerusakan.Sedangka penyimpanan simplisia sebaiknya di tempat yang kelembabannya rendah, terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan serangga maupun tikus.

Standardisasi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplsiia nabati, hewani dan mineral. nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang di maksud eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi persyaratan minimal untuk standardisasi simplisia. Standardisasisimplisia mengacu pada tiga konsep antara lain sebagai berikut:
Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi 3 parameter mutu umum (nonspesifik) suatu bahan yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian, aturan penstabilan (wadah, penyimpanan, distribusi) Simplisia sebagai bahan dan produk siap pakai harus memenuhi trilogi Quality-Safety-Efficacy Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang berkontribusi terhadap respon biologis, harus memiliki spesifikasi kimia yaitu komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan (Depkes RI, 1985).
Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standardisasi suatu simplisia. Parameter standardisasi simplisia meliputi parameter non spesifik dan spesifik. Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di dalam tanaman. Penjelasan lebih lanjut mengenai parameter standardisasi simplisia sebagai berikut:
1. Kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna dan bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.
a. Parameter non spesifik
Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, penetapan kadar abu, kadar air, kadar minyak atsiri, penetapan susut pengeringan.
b. Parameter spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia.Uji kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya dilkukan dengan analisis kromatografi lapis tipis (Depkes RI, 1985).

Standardisasi Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang diperoleh diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Standardisasi ekstrak tidak lain adalah serangkaian parameter yang dibutuhkan sehingga ekstrak persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap batch yang diproduksi dapat dipertahankan, dan juga dapat mempertahankan pemekatan kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat mengurangi secara signifikan volume permakaian per dosis, sementara dosis yang diinginkan terpenuhi, serta ekstrak yang diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat dipergunakan sebagai bahan pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan cair , kapsul, tablet, dan lain-lain.

1.Parameter Non Spesifik

a)Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan dalam porsen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI, 2000).

b)Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut didalamnya (Depkes RI, 2000).

c)Kadar air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air yang diserap dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000).

d)Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu yang diperoleh dari sisa pemijaran (Depkes RI, 2000).

2.Parameter Spesifik

a)Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Deskripsi tata nama:
Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Parameter identitas ekstrak mempunyai tujuan tertentu untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas (Depkes RI, 2000).

b)Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000).

c)Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan sebagai parameter uji bahan baku obat tradisional karena jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia akan berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas farmakodinamik simplisia tersebut (Depkes RI,1995).

d)Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran awal komponen kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram kemudian dibandingkan dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI, 2000).
(http://mipa-farmasi.blogspot.com)

Selasa, 26 Juni 2012

Minyak Atsiri Jahe

Iseng-iseng belajar tentang minyak atsiri jahe, dapetin post yang bagus banget dari mbak emma (http://emmakhairaniharahap.blogspot.com), bisa dijadikan pelajaran bagi anda semua yang tertarik dengan produk jahe dan turunannya...baca bab per bab ya (heheh kayak buku saja), buat mbak emma thanks dan ijin copas, keep posting and sharing !!!!!!


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Bangsa Indoesia adalah bangsa yang kaya akan rempah-rempah, sehingga bangsa Indonesia dikenal di dunia internasional. Adapun rempah- rempah itu berasal dari tanaman- tanaman seprerti jahe, nilam, cengkeh, pala, kapulaga, sereh wangi, mawar, dan lain-lain.
Secara internasional rempah-rempah dari tanaman ini dibuat sebagai obat-obatan atau bumbu dapur, minuman, dan makanan kecil. selain itu digunakan sebagai bahan industry, parfum, minuman, obat-obatan, kosmetik, dan makanan. Dari semua di atas terdapat olahan lebih lanjut yang terpenting dalam rangka industry yaitu minyak atsiri dan oleoresin. Minyak atsiri biasa disebut minyak terbang karena sifatnya nudah menguap.
Salah satu tanaman penghasil minyak atsiri adalah jahe (zingiber officinale roscoe) telah lama dikenal dan tumbuh baik di Indonesia. Pengertian jahe di Indonesia adalah batang yang tumbuh baik di Indonesia. 
Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari asia pasifik yang tersebar dari india sampai cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertaama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak, dan obat-obatan tradisional.
Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (zingiberaceae), se-famili dangan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (cucuma xanthorrizha), temu hitam (curcuma aeruginosa), kunyit, (curcuma domestica), kencur(kaempferia galanga), lengkuas (languas galanga), dan lain-lain.

B.      Uraian tanaman
Klasifikasi
Devisi: spermathophyta
Sub devisi: angiospermae
Kelas: monocotyledoneae
Ordo: zingiberales
Family: zingiberaceae
Genus: zingiber
Spesies: zingiber officinale
 Minyak atsiri dari jahe dapat di peroleh dengan empat metode yaiu:
-penyulingan (destilation)
-ekstraksi dengan pelarut penguap
-pengempaan
-absorpsi dengan lemak padat
Sedangakan penyulingan terbagi 3 metode yaiitu:
a)      Penyulingan dengan air
b)      Penyulingan dengan uap air
c)      Penyulingan dengan uap
Dari ketiga metode penyulingan yang paling baik digunakan adalah penyulingan dengan uap ( steam distillation).
C.     Maksud dan tujuan
1.      Maksud
a)      Untuk mengetahui minyak jahe secara umum
b)      Menggali sumber baru tentang minyak jahe yang telah lama dikenal.
2.      Tujuan
a)      Mengetahui dan mempelajari teknik penyulingan minyak jahe
b)      Untuk mengetahui minyak jahe yang di peroleh dari hasil penyulingan rimpang jahe
c)      Untuk mengetahui bagaimana pengaruh waktu terhadap perolehan jumlah minyak jahe pada proses penyulingan.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian minyak atsiri
Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eteris (Aetheric Oil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas.
Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai bidang industry. Banyak contoh kegunaan minyak atsiri  antara lain:
a.       Dalam industry kosmetik digunakan sebagai sabun, shampoo, pasta gigi.
b.      Dalam industry makanan digunakan sebagai penyedap makanan.
c.       Dalam industry parfum digunakan sebagai pewangi dalam berbagai produk minyak wangi.
d.      Dalam industry  farmasi digunakan sebagai anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri.
e.       Dalam industry bahan pengawet dan sebagai insektisida.

B.     Sejarah Singkat Jahe
Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferiagalanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain. Daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb. Dari India, jahe dibawa sebagai rempah perdagangan hingga Asia Tenggara, Tiongkok, Jepang, hingga Timur Tengah. Kemudian pada zaman kolonialisme, jahe yang bisa memberikan rasa hangat dan pedas pada makanan segera menjadi komoditas yang populer di Eropa.
Karena jahe hanya bisa bertahan hidup di daerah tropis, penanamannya hanya bisa dilakukan di daerah katulistiwa seperi Asia Tenggara, Brasil, dan Afrika. Saat ini Equador dan Brasil menjadi pemasok jahe terbesar di dunia.
C.     Deskripsi jahe
Jahe tergolong tanaman herba, tegak, dapat mencapai ketinggian 40 – 100 cm dan dapat berumur tahunan. Batangnya berupa batang semu yang tersusun dari helaian daun yang pipih memanjang dengan ujung lancip. Bunganya terdiri dari tandan bunga yang berbentuk kerucut dengan kelopak berwarna putih kekuningan.
Akarnya sering disebut rimpang jahe berbau harum dan berasa pedas. Rimpang bercabang tak teratur, berserat kasar, menjalar mendatar. Bagian dalam berwarna kuning pucat.
D.    Komponen Utama
Rimpang jahe putih besar mengandung minyak atsiri, pati, resin, asam-asam organic, asam malat, asam oksalat, dan gingerol. Sifat khas jahe disebabkan adanya minyak atsiri dan oleoresin jahe. Aroma harum jahe disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Minyak atsiri dapat diperoleh atau diisolasi dengan destilasi uap dari rhizoma jahe kering. Ekstrak minyak jahe berbentuk cairan kental berwarna kehijauan sampai kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen pembentuk rasa pedas. Kandungan minyak atsiri dalam jahe kering sekitar 1 – 3 persen. Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol.
Zingiberin (C15H24) adalah senyawa paling utama dalam minyak jahe. Senyawa ini memiliki titik didih 340 C pada tekanan 44 mm, dengan berat jenis pada 200C adalah 0,8684. Indeks biasnya 1,4956 dan putaran optic 730 38’ pada suhu 200 C. Selama penyimpanan zingiberence akan mengalami resinifikasi. Sementara zingiberol merupakan seskwiterpen alcohol (C15H26O) yang menyebabkan aroma khas pada minyak jahe.

     



RUMUS BANGUN ZINGIBEREN (C15H24)

          CH3
             |
          CH                  CH2
                                     
    
CH3              CH                 CH
     
   
 CH2             CH                   C
       
                                 CH                 CH3
         CH
         
          
                    C
                 
        
        CH3               CH3



5R)-2-Metil-5-[(2S)-6-metilhept-5-en-2-il]sikloheksa-1,3-diena
Sifat Rumus molekul C15H24
- Massa molar 204,35 g/mol
- Densitas 0,8713 g/cm3 pada 20 °C Titik didih
- Titik didih 134-135 °C pada 15 Torr

(ZINGEROL)

OH                                CH3
 |                                          |
C6H3-CH2-CH2-CO-CH2-CH-(CH2)n-CH3
 |
H3CO
           
  • Tanaman jahe mengandung minyak atsiri 0,6-3% yang terdiri dari α- pinen, β-phellandren, borneol, limonene, linalool, citral, nonylaldehyde, decylaldehyde, methyleptenon, 1,8 sineol, bisabilen, 1-α-curcumin, farnese, humulen, 60% zingiberen dan zingiberole menguap, zat pedas gingerol. Kandungan minyak tidak menguap disebut oleoresin, suatu komponen yang memberi rasa pahit.
  • Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol,minyak atsiri dan resin. Pemberi rasa pedas dalam jahe yang utama adalah zingerol.
  • rimpang jahe juga mengandung flavonoid, 10- dehydrogingerdione, gingerdione, arginine, linolenic acid, aspartia acid , kanji, lipid, kayu damar, asam amino, protein, vitamin A dan niacin serta mineral. Kadar olesinnya mencapai 3%.
  • Asam-asam organik seperti asam malat dan asam oksalat, Vitamin A, B (colin dan asam folat), dan C, senyawa- senyawa flavonoid, polifenol, aseton ,methanol, cineole, dan arginine.
E.     Efek farmakologi
  • peluruh dahak atau obat batuk, peluruhkeringat, peluruh haid, pencegah mual dan penambah nafsu makan.
  • Antiseptik, circulatory stimulant, diaphoretic,peripheral vasodilator3.
  • membuang angin, memperkuat lambung, memperbaiki pencernaan dan menghangatkan badan.
  • obat karminatifa, diafiretika, dan stimulansiadengan dosis Pemakaian 0,5 gram sampai 1,2 gram.
  • Minyak atsirinya mempunyai efek antiseptic, antioksidan dan mempunyai aktifitas terhadap bakteri dan jamur.
  • Secara tradisional digunakan untuk obat sakit kepala, gangguan pada saluran pencernaan, stimulansia, diuretic, rematik, menghilangkan rasa sakit, mabuk perjalanan, dan sebagai obat luar untuk mengobati gatal-gatal akibat gigitan serangga, keseleo, bengkak, serta memar.
  • Berbagai penelitian juga menyebutkan bahwa jahe memiliki efek antioksidan dan antikanker.
  • ekstrak jahe memberiefek positif terhadap respons proliferatif dan sitolitik limfosit,selain itu ekstrak etanol jahe segarsecara in vitro meningkatkan proliferasi splenosit dan menurunkan tingkat kematian sel.
  • Jahe juga mengandung bahan antioksidan diantaranya senyawa flavonoid dan polifenol,asam oksalat dan vit C,antioksidan ini dapat membantu menetralkan efek merusak yang di sebabkan oleh radikal bebas dalam tubuh.
  • Melindungi system pencernaan dengan menurunkan keasaaman lambung dan menghambat terjadinya iritasi pada saluran pencernaan hal ini karena jahe mengandung senyawa aseton dan methanol.
  • Jahe mengandung senyawa cineole dan arginine yang memiliki manfaat memperkuat daya tahan sperma.
F.      Jenis Tanaman
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
1) Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.
2) Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit. Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk
diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.
3) Jahe merah
Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil. Sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.


G.    Gingerol dari Rimpang Jahe
  1. Struktur kimia, sifat dan golongan
  2. Struktur
Rumus molekul gingerol C17H26O4.
Nama sistematik : (S)-5-hidroksi-1-(4-hidroksi-3-methoxyphenyl)-3-dekanon2.
 
Gambar 2. Struktur gingerol.
Senyawa gingerol memiliki banyak gugus hidroksil sehingga bersifat polar.zat pedas gingerol yaitu: (6)-gingerol 6085%; (4)-gingerol;(8)-gingerol 5-15%, (10)-gingerol 6-22% (12)-gingerol; (6)-methylgingerdiol.Gingerol merupakan senyawa yang labil terhadap panas baik selama penyimpanan maupun pada waktu permrosesan, sehingga gingerol sulit untuk dimurnikan, dan akan berubah menjadi shogaol. Tingkat kepedasan menentukan kualitas minyak jahe. Metode yang paling sederhana untuk menilai tingkat kepedasan  adalah dengan organoleptic karena sangat subyektif dan  mempunyai hasil yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan HPLC.

Sifat kimia fisika dari gingerol:
  • Berat molekul: 294,39 g/mol.
  • Bentuk: minyak berwarna kuning muda atau kristal.
  • Penyimpanan: disimpan dalam wadah tertutup rapat.
  • Massa jenis: 1,083 g/cm3.
  • Titik didih: 453oC.
Gingerol merupakan golongan fenol yang merupakan desinfektan yang paling umum yang digunakan di laboratorium sebagai penghambat pertumbuhan kuman atau membunuhnya. Kandungan gingerol dalam minyak jahe sekitar 20 sampai 30 persen berat jahe.
  • Rimpang  jahe juga mengandung flavonoid, 10- dehydrogingerdione, gingerdione, arginine-á, linolenic acid, aspartia acid , kanji, lipid, kayu damar, asam amino, protein, vitamin A dan niacin serta mineral. Kadar olesinnya mencapai 3%.
  • Asam-asam organik seperti asam malat dan asam oksalat, Vitamin A, B (colin dan asam folat), dan C, senyawa- senyawa flavonoid, polifenol, aseton ,methanol, cineole, dan arginine.
  • Senyawa utama dalam  tanaman jahe,yaitu gingerol.Gingerol merupakan golongan dari fenol dari poliketida pada jalur asam asetat.
Table sifat fisika kimia minyak jahe dari berbagai jenis
NO
Spesifikasi
Jahe putih besar
Jahe putih kecil
Jahe merah
1
Air (%)
82,0
50,2
81,0
2
Minyak (dry basis, %)
1,18-1,168
3,3
2,58-2,72
3
B.D. 15/15
0,8907-0,9685
0,9070-0,9207
0,8998-0,9476
4
Indeks bias 200 C
1,4855-1,4939
1,4891-1,4895
1,4841-1,4899
5
Putaran optic
Not visible
+1.220
Not visible
6
Bilangan asam
1,3-11,5
3,2-3,79
3,6-9,22
7
Bilangan ester
21,4-57,0
10,2-14,5
31,2-62,5
8
Bilangan ester sesudah asetilasi
95,2
5-165,4
143,2
9
Kelarutan dalam alkohol
1:1 clear,
 further clear
1:1 clear, further clear
1:1 clear, further clear
Dalam istilah perdagangan internasioal minyak atsiri jahe dikenal dengan nama ginger oil. Adapun karakteristik minyak atsiri jahe menurut standart EOA adalah sebagai berikut:
a.       Warna : kuning
b.      Bobot jeniss 250 C : 0,871-0,882
c.       Indeks bias 200 C : 1,486-1,492
d.      Putaran optic : (-280 C) – (-450 C)
e.       Bilangan penyabunan : maksimum 20


BAB III
METODE PRODUKSI
A.    Penyulingan
a.       Penyulingan dengan air
Bahan yang akan di suling berkontak langsung dengan air yang mendidih. Bahan ini dapat mengapung atau  tenggelam, tergantung berat jenis bahan dan jumlah bahan yang akan di sulig dan di masukkan kedalam ketel. Pemanasannya dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan langsung, mantel uap, ataupun pipa uap dalam spiral terbuka atau berlubang. Kecepatan penyulingan dapat di atur melalui intensitas apinya, juga harus sesuai dengan keadaan alat dan bahan yang akan di suling. diusahakan ada penambahan air untuk menjaga agar bahan tidak terlalu panas dan pengisian bahan tidak terlalu penuh.

b.      Penyulingan dengan air dan uap
Bahan olahan diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel sulingnya di isi air hingga tidak berada jauh di bawah sarigan. Pemanasan air dapat dilakukan dengan uap jenuh yang basah dengan bertekanan rendah jika bahannya dalam jumlah yang banyak. Keuntungan alat ini adalah uap selalu dalam keadaan panas, jenuh, dan tidak panas. Dengan demikian penggunaan alat ini lebih unggul, dilihat dari penggunaan bahan bakar yang sedikit. Akan tetapi proses penyulingan lebih lama. Dalam beberapa keadaan, tekanan  uap yang rendah akan menghasilkan minyak atsiri  berkualitas baik.

c.       Penyulingan dengan uap
Penyuingan dengan uap ini prinsipnya sama dengan penyulingan air dan uap. Perbedaan air tidak dimasukkan  dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau  uap yang kelewat panas pada tekanan di atas 1 atm. Uap dialirkan melalui pipa uap spiral berlubang yang terletak dibagian bawah bahan. Kemudian uap bergerak keatas melalui bahan yang ada disaringan. Penyulingan ini merupakan yang terbaik di bandingkan kedua jenis penyulingan tadi, jika ditinjau dari segi biaya, kecepatan penyulingan, kapasitas minyak yang dihasilkan.
Adapun alat-alat  penyulingan terdiri dari:
Peralatan Penyulingan
Alat-alat yang diperlukan dalam penyulingan tergantung pada banyaknya bahan dan metode penyulingan yang dilakukan. Ada tiga bagian alat yang merupakan peralatan dasar, yaitu : ketel suling (retor), pendingin (kondensor), dan penampung hasil kondensasi (receiver), sedangkan untuk penyulingan uap diperlukan bagian tambahan yaitu ketel uap.

1.Ketel Suling (retor), berfungsi sebagai wadah air dan atau uap untuk mengadakan kontak dengan bahan serta untuk menguapkan minyak atsiri.
2.Pendingin (kondensor), berfungsi untuk mengubah seluruh uap air dan uap minyak menjadi fase cair. Kondensor terdiri dari 4 tipe, yaitu : kondensor kisi, kondensor pipa lurus, kondensor berpilin, kondensor tubular.
3.Penampung hasil kondensasi (receiver) yang berupa alat pemisah minyak (decanter) yang berfungsi untuk memisahkan minyak dari air suling (condesed water), dimana air suling tersebut akan terpisah secara otomatis dari minyak atsiri.
4. Ketel uap berfungsi sebagai sumber penghasil uap.

Kelemahan – kelemahan Metode Penyulingan
1.Penyulingan dengan uap air atau air mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponen minyak karena proses hidrolisasi, polimerisasi, dan resinifikasi.
2.Komponen minyak yang bertitik didih tinggi, khususnya yang larut dalam air tidak dapat diangkut oleh uap air sehingga rendemen minyak yang dihasilkan lebih rendah.
3.Komponen tertentu dapat terurai di dalam air suling dan tidak dapat diperoleh kembali.
B.     Ekstraksi
Alat ekstraksi atau ekstraktor menghasilkan bentuk minyak  atsiri dari bahan yang di ekstraksi. Ada 2 cara mengekstraksi yaitu mengekstraksi dengan lemak dingin, dan ekstraksi dengan  menguap. Untuk mengekstaksi  jahe menjadi oleoresin biasanya menggunakan cara dengan pelarut menguap. Alat ekstaksi ini umunya tersusun atas tangki air, ketel uap, kondensor, serta bangunan ekstraksi yang terdiri atas alat penyuling dan beberapa tabung.
Bahan pelarut dialirkan secara terus-menerus melalui suatu penampang kedalam tabung berisi bahan. Teknik yang digunakan adalah teknik arus berlawanan sampai ekstraksi selesai. Cairan ekstrak disalurkan ke dalam tabung hampa udara dan dipanaskan pada suhu tertentu untuk menguapkan pelarut dalam ekstrak. Uap pelarut yang timbul dialirkan dalam kondensor untuk mencairkan kembali pelarutnya, sedangkan unsure- unsur yang tertinggal dalam tabung merupakan unsur tumbuhan yang bersifat lilin padat yang biasa disebut concrete. Concrete ini sebenarnya sudah meerupakan oleoresin, tetapi masih kasar sehingga masih perlu dilakukan ekstraksi ulang dengan mencampurkan pelarut dalam concrete.
Ekstrak ini dipanaskan pada suhu tertentu antara 30-400 C untuk memperoleh oleoresin absolute hasil pada ekstraksi kedua masih perlu diekstraksi lagi pada suhu 300 C dengan menambahkan pelarut alcohol. Walaupun sudah dilakukan ekstraksi sebanyak 3 kali terhadap bubuk jahe oleoresin masih belum juga murni. Oleoresin ini masih mengandung pelarut, yang dapat merepotkan dalam menentukan kulitasnya.
Oleoresin jahe Adalah hasil pengolahan lebih lanjut dari tepung jahe. Bentuknya berupa cairan cokelat dengan kandungan minyak asiri 15 hingga 35%.

BAB IV
KESIMPULAN
 Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari asia pasifik yang tersebar dari india sampai cina.
Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (zingiberaceae), se-famili dangan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (cucuma xanthorrizha), temu hitam (curcuma aeruginosa), kunyit, (curcuma domestica), kencur(kaempferia galanga), lengkuas (languas galanga), dan lain-lain.
Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (zingiberaceae), se-famili dangan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (cucuma xanthorrizha), temu hitam (curcuma aeruginosa), kunyit, (curcuma domestica), kencur(kaempferia galanga), lengkuas (languas galanga), dan lain-lain.
Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol.
Zingiberin (C15H25) adalah senyawa paling utama dalam minyak jahe. Senyawa ini memiliki titik didih 340 C pada tekanan 44 mm, dengan berat jenis pada 200C adalah 0,8684. Indeks biasnya 1,4956 dan putaran optic 730 38’ pada suhu 200 C. Selama penyimpanan zingiberence akan mengalami resinifikasi. Sementara zingiberol merupakan seskwiterpen alcohol (C15H26O) yang menyebabkan aroma khas pada minyak jahe. Kandungan minyak yang tidak menguap disebut oleoresin, suatu komponen yang memberi rasa pahit yang terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol,minyak atsiri dan resin.
Adapun cara untuk memproduksi minyak jahe ialah :
1.Penyulingan,terbagi tiga yaitu:Penyulingan dengan air, Penyulingan dengan uap dan air, Penyulingan dengan uap
2. Ekstraksi
Ada 3 cara mengekstraksi yaitu mengekstraksi dengan lemak dingin, dan ekstraksi dengan  menguap.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Widita,Prima   Widya,2009, Jahe       (ZingiberOfficinale) (Diakses Tanggal 26 November 2011 Jam 15.45)
2.      Tejasari, Fransiska-Rungkat Zakaria dan Dondin Sajuthi,2009,Ginger (Zingiber Officinale Roscue ) Root BioactiveCompounds Increased Cytolitic Response of NaturalKiller (Nk) Cells Against Leucemic Cell Line K-562 inVitro,Available
3.      Paimin, farry B. 2007. Budi daya, pengolahan, perdagangan jahe. Jakarta: penebar swadaya
4.      Budi santoso, Hieronymus. 1989. Jahe. Jakarta : kanisus.
5.      J.j. afriastinis, A. B. D. Modjo Indo. 1983. Bertanam jahe. Jakarta : penebar swadaya
6.      Anonym. 2001. Pengaruh waktu terhadap perolehan minyak atsiri pada penyulingan rimpang jahe. Medan : PTKI.