Translate

Senin, 28 Mei 2012

Minyak Atsiri : Sebuah Komoditas Global

Selain jahe, masih banyak komoditas lain yang menjadi penghasil minyak atsiri, berikut adalah artikel yang saya copas dari http://minyakatsiriindonesia.wordpress.com, artikel ini bagus banget sebagai pengetahuan terutama bagi pelaku usaha agrobis.

Volume perdagangan minyak atsiri dunia diperkirakan bernilai sekitar USD4 milliar pada tahun 2007. Indonesia adalah salah satu pengekspor utama minyak atsiri dunia dengan nilai ekspor minyak atsiri dan turunannya: lebih dari USD120 juta pada tahun 2007. Di antara sekitar 3 ratus jenis minyak atsiri, terdapat puluhan jenis minyak atsiri yang sudah, sedang dan berpotensi dikembangkan di Indonesia. Makalah ini, selain memaparkan perkiraan volume output dunia dan Indonesia, juga membahas karakteristik singkat industri pengguna minyak atsiri secara singkat.

1. Minyak atsiri Indonesia dengan potensi pemakaian lebih dari 1000 ton per tahun
1.1. Minyak daun dan gagang cengkeh (clove leaf oil & clove stem oil)
Perkiraan pemakaian dunia saat ini sekitar 3500 ton/tahun, Indonesia adalah produsen utama, memproduksi sekitar 2500 ton pada tahun 2007. Pengguna utamanya adalah industri kimia aromatik, flavor & fragrance dan farmasi.

1.2. Minyak sereh wangi (citronella oil)
Perkiraan pemakaian dunia saat ini lebih dari 2000 ton/tahun, Indonesia adalah produsen nomor 3 dunia (setelah China & Vietnam) dengan produksi pada 2007 sekitar 300 ton. Kebutuhan dalam negeri China akhir-akhir ini meningkat dan diperkirakan mencapai 800 ton per tahun sehingga posisinya sewaktu-waktu bisa beralih menjadi netimporter. Pengguna produk ini sangat beragam dan berkembang antara lain industri flavor & fragrance, detergent, obat nyamuk dan kimia aromatik

1.3. Minyak nilam (patchouli oil)
Perkiraan pemakaian dunia pada tahun 2006 sekitar 1500 ton/tahun dan Indonesia adalah produsen utama. India & China sampai sejauh ini belum mampu berproduksi lebih dari 100ton/tahun. Situasi tahun 2007-2008 yang tidak kondusif berakibat turunnya produksi dan pemakaian sampai lebih dari 40%. Pemakai utamanya adalah industri fragrance

1.4. Minyak terpentin (turpentine Oil)
Indonesia adalah produsen dengan output sekitar 10,000 ton per tahun (nomor dua setelah China). Pemakai utamanya adalah industri kimia aromatik.
Pasar minyak-minyak di atas relatif mudah diraih. Yang paling penting dalam meraih pasar tersebut adalah penyediaan bahan baku yang berkelanjutan serta teknik produksi yang efisien dan mutu minyak yang sesuai. Minyak atsiri lain yang berpotensi pemakaian di atas 1000 ton per tahun adalah mint oil (mentha arvensis) dan beberapa jenis citrus oil, menurut beberapa penelitian bisa dikembangkan di Indonesia. Mint & Citrus oil merupakan minyak atsiri dengan potensi pemakaian puluhan ribu ton per tahun.
2. Minyak atsiri Indonesia dengan potensi pemakaian antara 100-1000 ton per tahun
2.1. Minyak Pala (nutmeg oil) dan minyak fuli (mace oil)
Perkiraan permintaan dunia lebih dari 250 ton per tahun dan Indonesia adalah pemain utama dengan volume ekspor lebih dari 200ton per tahun. Akhir-akhir ini output menurun drastic karena hama yang menyerang tanaman pala di Sumatera.

2.2. Minyak Akar Wangi (vetiver oil)
Perkiraan permintaan dunia lebih dari 200 ton per tahun. Pemain utama minyak akar wangi adalah Haiti. India berproduksi cukup besar (puluhan ton per tahun), namun permintaan dalam negerinya lebih besar daripada output. Indonesia merupakan pemain penting dengan sentra produksi di Garut (output saat ini diperkirakan berkisar antara 20-30 ton per tahun).

2.3. Minyak Kayu Putih (cajeput oil)
Perkiraan permintaan dunia lebih dari 100 ton per tahun dengan pemakaian terkonsentrasi di regional Asia Tenggara. Sedangkan di dunia, minyak eukaliptus lebih banyak dipakai
3. Minyak atsiri Indonesia dengan potensi pemakaian kurang dari 100 ton per tahun
3.1. Minyak Cendana (sandalwood oil)
Perkiraan permintaan dunia lebih dari 50 ton per tahun. Pemain utamanya adalah India. Indonesia (sebelum Timor Timur merdeka) pernah menduduki peringkat 2. Saat ini, Australia melakukan penaman santalum album besar-besaran dan dalam beberapa tahun ke depan akan menjadi pemain utama dunia.

3.2. Minyak Kananga (Cananga Oil)
Minyak atsiri ini hanya diproduksi di Indonesia dengan output sekitar 20 ton per tahun. Di dunia pemakaian minyak kananga masih terbatas dibandingkan minyak ylang ylang.

3.3. Minyak Massoi (Massoia Bark Oil)
Minyak atsiri ini hanya diproduksi di Indonesia dengan output lebih dari 5 ton per tahun. Minyak ini merupakan sumber natural lactone. Minyak Lada Hitam (Black Pepper Oil) Minyak atsiri Indonesia dengan potensi pemakaian kurang dari 100ton per tahun.

3.4. Minyak Kemukus (Cubeb Oil)
Minyak atsiri ini hanya diproduksi di Indonesia dengan output beberapa ton per tahun. Kemukus adalah tanaman liar merambat  yang bijinya juga dibutuhkan sebagai bahan obat tradisional maupun bumbu masakan India.

3.5. Minyak Daun Jeruk Purut (Kaffir Lime Leaf Oil)
Minyak atsiri ini hanya di produksi di Indonesia dengan output beberapa ton per tahun. Pemakaian sementara ini hanya untuk fragrance, padahal potensi di flavor cukup besar hanya saja minyak atsiri ini belum memiliki nomor FEMA.

Masih ada beberapa minyak atsiri Indonesia lainnya seperti minyak lawang yang hanya dipakai di pasar domestik untuk obat gosok dan mempunyai nilai ekonomi rendah, minyak gurjun yang bisa berfungsi sebagai fixative namun pengadaan bahan bakunya berkategori ilegal, minyak lada hitam (black pepper oil) yang produsen utamanya adalah India (sebagian bahan baku impor dari Indonesia) dan mereka beroperasi efisien dengan mengintegrasikan produksi oleoresin dan oil. Selain itu juga banyak disebut di media beberapa jenis minyak atsiri dari bahan baku bunga. Sejauh ini produksinya masih sangat terbatas dan berskala kecil sekali dan belum mencapai skala ekonomis untuk bersaing dengan produsen utama di India, Mesir maupun Eropa Timur.
Pemasaran minyak atsiri tidak bisa terlepas dari penggunaannya. Industri pengguna utama minyak atsiri adalah industri flavor & fragrance, industri kimia aromatik, industri farmasi, industri kosmetik (termasuk spa) dan toiletries (termasuk detergent), industri pengendalian serangga/hama serta industri makanan & minuman.
Hampir semua jenis minyak atsiri digunakan untuk industri flavor & fragrance. Oleh karena itu, sektor ini adalah pasar utama minyak atsiri. Pemain utama industri ini adalah perusahaan multinasional dan sebagian besar juga sudah beroperasi di Indonesia. Perkiraan penjualan mereka pada 2007 mencapai USD19.8 milyar dan 69% dikuasai 10 perusahaan besar seperti terlihat pada diagram di bawah (sumber: www.leffingwell.com).
00
Bagi perusahaan-perusahaan tersebut, Indonesia menempati posisi yang strategis, baik sebagai sumber bahan baku maupun sebagai pasar. Yang  mereka harapkan dari pemasok minyak atsiri terutama adalah kesinambungan pasokan, konsistensi kualitas dan harga yang wajar.

Industri kedua yang masih berhubungan dengan industri flavor & fragrance dan merupakan industri antara adalah industri kimia aromatik.  Beberapa minyak atsiri memiliki gugus kimia aromatik yang bisa diisolasi dan direaksikan untuk mendapatkan gugus kimia aromatik lain. Yang berkembang di Indonesia adalah industri kimia aromatik turunan minyak cengkeh (eugenol dll) dan minyak sereh wangi (citronellal dll). Sedangkan yang masih berpotensi untuk dikembangkan adalah industri turunan minyak terpentin (alpha pinene, beta pinene dll). Industri ini membutuhkan minyak atsiri berharga ekonomis karena produk kimia aromatik turunannya masih memerlukan beberapa tahap proses isolasi maupun reaksi lagi. Beberapa produk seperti misalnya geraniol, bisa diproduksi dari sumber bahan baku lain (bukan minyak atsiri) yang lebih ekonomis.

Industri farmasi dengan riset dan pengembangan yang dinamis menyediakan peluang terhadap pemakaian minyak atsiri maupun kimia aromatik turunan minyak atsiri. Industri lain yang prospektif adalah industri spa, kosmetik, makanan-minuman dan pengendalian serangga/hama. Meskipun pasar ini prospektif, kepastian pasar perlu dicermati seksama. Prinsip membuat barang yang diminta pembeli lebih tepat diterapkan daripada membuat barang untuk dijual.

Semoga bermanfaat

Minggu, 27 Mei 2012

Petani Jahe Mamuju Jangan Mau Jadi "Korban"

Hasil kontak-kontak dengan banyak relasi bisnis di Jawa, saya merasakan ada beberapa hal yang patut dicermati oleh para petani jahe di Mamuju, antara lain masuknya buyer-buyer dadakan yang ingin membeli jahe petani dengan sangat murah mumpung harga jahe segar sedang rendah-rendahnya yang dipicu oleh panen yang melimpah di Mamuju, Sulbar.

Baru- baru ini telah terjadi juga penipuan via telepon dengan modus seseorang yang mengaku buyer meminta petani di Mamuju untuk mensupply jahe dengan kuantitas puluhan ton, setelah dicabut dan barang dikirim, buyer bohongan inipun sudah tidak bisa dihubungi lagi, akhirnya si petani pun merugi dan terpaksa dijual setengah harga. Terus ada juga kejadian dimana jahe sudah dikirim ke Surabaya dan telah diterima buyer, akan tetapi pembayaran tak kunjung datang dan si buyer pun menghilang.

Memperhatikan kejadian-kejadian seperti diatas, petani di Mamuju harus lebih hati-hati menanggapi pembeli yang mau membeli jahe mereka, tips dibawah ini mungkin bisa dijadikan acuan :

  1. Jangan bertransaksi bila anda tidak kenal face to face dengan si buyer, pastikan anda tahu alamat dan identitas si pembeli tersebut.
  2. Untuk transaksi yang pertama kali, jangan lepas barang bila belum ada pembayaran sama sekali, minimal ada DP 30 % lah.
  3. kalau terpaksa harus kirim barang duluan tanpa ada pembayaran, usahakan anda harus ikut dalam pengiriman barang tersebut, selalu monitor di mana anda diminta untuk menurunkan barang, catat identitas pengangkutan, bila perlu diam-diam ambil photo si buyer (pake kamera HP saja).
  4. Selalu waspada dengan kemungkinan kejahatan dan penipuan.
Banyak pembeli yang memanfaatkan kepanikan penjual oleh karena jahe segar rawan dengan susut dan busuk, sehingga jangan sampai petani diperdaya oleh pembeli nakal, di lain pihak petani juga harus berkomitmen untuk memberikan kualitas jahe terbaik kepada pembeli, jangan ada akal-akalan atau sesuatu yang ditutup-tutupi.

(bersambung,,,,,,,,,,,)

 


Selasa, 22 Mei 2012

Fenomena Jahe : Jahe Emprit, Jahe Gajah, dan jahe Merah

mengamati geliat bisnis jahe dalam kurang lebih dalam seminggu terakhir, terjadi fenomena dimana jahe merah dan jahe gajah hancur di pasaran sedangkan jahe emprit relatif "aman" di puncak klasemen. Ada apakah ? ada pemain agroproduct yan mengatakan bahwa sebenarnya terutama jahe merah belum beradaptasi dengan pasar, artinya mereka sebisa bisanya tidak memakai jahe merah untuk keperluan mereka sepanjang jahe emprit.

Jahe emprit lah yang sedang jadi primadona pasar, saya melihat justru begini, jahe merah lagi panen raya di Mamuju, dan jahe gajah juga panen raya di jawa, sedangkan jahe emprit tidak, luasan lahan yang ditanami jahe emprit tidak seluas jahe merah dan jahe gajah sehingga mengakibatkan supply jahe emprit di pasaran berkurang, nah...karena permintaan yang cenderung stabil maka jahe emprit di pasar menjadi langka...

Kalau melihat hasil laboratorium dan praktikum beberapa lembaga pertanian, saya melihat jahe merah, jahe gajah, dan jahe emprit memiliki keunggulan masing-masing sehingga tidak tepat bila ada yang mengatakan bahwa jahe emprit superior di pasaran. Saya amati pergerakan harga beberapa bulan terakhir sebenarnya harga jahe merah cukup berimbang dengan harga jahe emprit di pulau Jawa. 

Kadar minyak atsiri dan oleoresin jahe merah sebenarnya relatif lebih tinggi dari pada jahe emprit, apalagi jika dibandingkan dengan jahe gajah, sehingga secara ekonomis kelayakan jahe merah masing sangat diperhitungkan di pasaran, tetapi masalahnya dalam market jahe, seperti halnya anthurium beberapa tahun yang lalu, terlalu banyak makelar terlibat sehingga akhirnya membingungkan petani dan end user. Sudah jamak dalam dunia bisnis, apabila real buyer lebih sedikit dari pada calo (makelar) maka harga akan kacau, karena calo alias makelar ini hanya berpikir keuntungan sesaat tanpa memilirkan kelanjutan bisnis secara makro.

Siapa Real Buyer jahe ? ya tentu para pengusaha yang bergerak dibidang perjahean, misalnya perusahaan obat tradisional, eksportir, home industry, pengolah jahe kering, industri jahe bubuk  dll.
Siapa Calo (Makelar) Jahe ? siapa saja yang mau memanfaatkan celah pasar antara petani dan pengusaha, kehadirannya memang dibutuhkan tetapi dalam batas tertentu justru akan "menghancurkan" bisnis perjahean itu sendiri...

Yah, mungkin banyak yang tidak setuju atau ingin menambahkan postingan saya, silahkan post on   comments !!!  

Minggu, 20 Mei 2012

Harga jahe Merah Segar Turun Drastis : Pembeli jahe kering membludak

Membaca judul postingan saya, mungkin banyak yang bertanya, maksudnya apa ? apa kaitannya antara jahe merah basah dengan kering ? kurang lebih begini penjelasannya, saat ni merupakan panen raya jahe merah di Mamuju, sehingga dapat dikatakan sudah memasuki kriteria over supply, banyak kontainer yang tiba di pelabuhan tanjung perak, surabaya memuat jahe merah segar dengan harga yang murah, mungkin sekitar Rp. 7000 / kg, para pemain jahe basah yang bermodal maupun tidak bermodal alias makelar tidak berani berspekulasi membeli jahe merah segar karena harga yang sangat fluktuatif dan cenderung turun terus, mengingat masa simpan jahe merah segar yang singkat, mereka tidak mau mengambil risiko kerugian yang besar, nah... akhirnya mereka berbondong-bondong mencari jahe merah kering karena otomatis harganya juga jauh lebih murah daripada harga normal, masa simpan jahe kering moisture 10% kebawah bisa sampai 1 tahun sehingga para pedagang memiliki waktu yang cukup panjang untuk menunggu timing yang tepat untuk melepas jahe kering mereka di saat harga tinggi. Mereka yang tetap membeli jahe merah rata-rata akan mengolah jahe mereka menjadi jahe kering terlebih dahulu. Sebenarnya inilah peluang pasar disaat harga hancur..


Para petani akhirnya kelimpungan, mau jahenya dikeringkan tentu perlu biaya tambahan sementara kebutuhan hidup sudah mendesak, akhirnya petani semakin terpojok dan banyak yang akhirnya menjual jahenya dengan harga rendah sekitar Rp. 6000 / kg. Saya melihat komoditas jahe merah nasibnya sama dengan jahe gajah, sedangkan jahe emprit cenderung stabil dan banyak dicari buyer. mengapa bisa begitu ? kemungkinan besar petani di jawa juga mayoritas menanam jahe gajah sedangkan yang menanam jahe emprit mungkin berkurang, kembali lagi ke hukum demand and supply....




Selasa, 15 Mei 2012

Ingin Jahe Organik ? Carilah Di Mamuju, Sulbar

Gaya hidup back to nature (kembali ke alam) yang telah mendunia saat ini didasari oleh pemahaman bahwa manusia harus mengkonsumsi pangan yang sehat. hal ini telah meningkatkan permintaan terhadap produk rimpang organik , diantaranya jahe, untuk dikonsumsi secara langsung maupun dalam bentuk produk olahan.

Budidaya jahe organik adalah adalah suatu proses budidaya terpadu yang memanfaatkan bahan alami untuk meningkatkan produktivitas dan mutu rimpang jahe. Komponen budidaya organik antara lain ; pupuk organik, pupuk bio, rotasi tanaman, dan bio pestisida.

Para petani di Mamuju Sulbar  dapat dipastikan tidak mengenal pupuk dan obat-obatan kimia dalam melakukan budidaya jahe merah mereka, para petani umumnya akan membuka lahan hutan produksi baru dan kemudian ditanami jahe merah. Bahkan hampir tidak ditemukan adanya lahan jahe yang pernah ditanami ulang dengan jahe oleh karena mereka berkeyakinan kalau lahan yang sama ditanami jahe lagi maka akan menurunkan produktivitas hasil panennya nanti.

Kesimpulan saya bahwa memang Mamuju memiliki agroklimat yang sangat cocok untuk budidaya jahe melebihi daerah-daerah lainnya sehingga tanpa manipulasi tanah apapun sudah dieproleh hasil yang luar biasa. Bagi para pecinta produk organik terutama produk jahe merah bisa datang ke Mamuju untuk membuktikan keorganikan produk jahe petani, bahkan bila perlu bisa dilakukan uji laboratorium untuk membuktikan bahwa dalam jahe merah produk petani Mamuju sama sekali tidak mengandung bahan- bahan kimia berbahaya didalamnya.

Saya optimis, keran ekspor jahe akan menjadi terbuka kedepannya oleh karena persyaratan komoditas jahe non kimia sudah terpenuhi dengan maksimal, sehingga para eksportir tidak usah khawatir akan menerima klaim atau komplain dari negara importir akibat kandungan kimia yang terdapat dalam produk jahe.

Mari datang ke Mamuju dan buktikan sendiri.........

alternatif Solusi : Pemasaran Komoditas Jahe merah Mamuju

Panen melimpah harga hancur petani stress.....hehe inilah kenyataan yang sering dihadapi oleh para petani di manapun termasuk di Mamuju. Saat ini banyak petani yang seharusnya sudah memanen jahe merahnya akan tetapi terhambat oleh minimnya pembeli yang masuk ke wilayah ini.

Sebenarnya pemerintah daerah sudah berusaha untuk mencari solusi bagaimana caranya agar jahe-jahe ini bisa terserap oleh pasar, misalnya pemerintah telah melakukan negosisasi dengan PT Sidomuncul, pemerintah telah berusaha mencari eksportir jahe, dll tapi setidaknya mungkin butuh waktu untuk merealisasikannya untuk menjadi kenyataan.

Terus bagaimana dengan panen kali ini ? petani rupanya masih wait and see, dan sambil berharap-harap mudah-mudahan pembeli itu bisa datang dalam waktu cepat, yah setidaknya sebelum bulan puasa tiba. Bagaimana seandainya tidak juga kunjung datang ? petani rupanya baru akan memikirkan alternatif solusinya sekira bulan Juli 2012 ini, mungkin saja mereka akan mengeringkan jahe-jahenya terlebih dahulu sehingga memiliki masa simpan yang panjang, diantara  petani-petani itu mungkin saya adalah salah satunya (hehehe...)

Berdasarkan info dari relasi di Surabaya, memang saat ini produksi jahe lagi melimpah di pulau Jawa, terutama Jawa Barat yang lagi panen raya jahe, tentu saja ini menyebabkan over-supply di pasaran saat ini. Akan tetapi  bagi saya justru masa-masa sulit seperti ini bisa dimanfaatkan dengan maksimal dengan cara fokus ke produksi jahe olahan, entah jahe kering atau jahe bubuk. Namun  kendala rata-rata petani disini adalah kebutuhan akan fresh money dalam jangka waktu dekat yang tidak bisa terelakkan, apalagi sudah mendekati bulan puasa.

Dari beberapa obrolan dengan petani senasib, saya pahami bahwa mereka juga memutuskan tidak akan menjual jahenya dengan harga yang tidak wajar apalagi jauh dibawah ekspektasi mereka, "wah kalo jahe kita dibeli cuman Rp.5000 per kilo mendingan kita biarin saja teronggok di lahan" kata salah satu petani di Mamuju, Sulbar......

Semoga dan semoga solusinya ada demi kelangsungan usaha petani jahe di Mamuju....malah saya yakin suatu saat pembeli yang akan berebut komoditas jahe merah di Mamuju...hehehehe...

Senin, 14 Mei 2012

Pengetahuan Bagi Pelaku Usaha Jahe Kering dan Bubuk

Coba-coba mencari info tentang proses pengolahan jahe serta rendemen dengan beberapa jenis perlakuan didapat info sebagai berikut :

praktikum bubuk jahe dan jahe kering


IV.       HASIL PENGAMATAN
1.      Pengeringan Jahe
SEBELUM
Perlakuan
I
II
III
IV
Berat
114, 4147 g
190,1430 g
105,9734 g
100,2616 g
Warna
Cokelat keputihan
Hijau kekuningan
Kuning kecokelatan
Kuning keputihan
Tekstur
Keras
Keras
Keras
Lunak +
Aroma
-
-
Khas jahe
Khas jahe +++
SESUDAH
Perlakuan
I
II
III
IV
Berat
48,1401 g
9,2532 g
4,4479 g
5,3194 g
Warna
Cokelat keputihan
Cokelat muda
Kuning pucat
Putih kekuningan
Tekstur
Lunak
Kering, rapuh
Rapuh
Rapuh
Aroma
Khas jahe
Harum khas jahe
Khas jahe +
Khas jahe +
Rendemen
42,075%
4,866%
4,197%
5,305%
2.      Penggilingan Jahe
Perlakuan
9
10
11
12
Aroma
Khas jahe ++++
khas jahe ++++
Khas jahe +++++
Khas jahe ++++
Warna
Kuning cerah
Kuning
Kuning kecokelatan
Kuning kecokelatan
Tekstur
halus, lembut
halus, lembut
kasar
halus, lembut
Berat bubuk
4,4314 g
5,7363 g
44,3510 g
7,9403 g
Rendemen
4,1816%
5,72%
38,76%
4,176%
Keterangan :
Perlakuan I      : Tanpa perlakuan (Kelompok 11)
Perlakuan II    : Pengirisan tipis-tipis (Kelompok 9)
Perlakuan III   : Rendam di CaCl2 selama 15 menit (Kelompok 10)
Perlakuan IV   : Rendam di Na-metabisulfit  15 menit (Kelompok 12)
V.        PEMBAHASAN
Jahe atau Zingiber officinale merupakan salah satu tanaman rempah jenis rimpang- rimpangan dari suku Zingiberaceae. Bagian akar atau rimpang dari jahe pada umumnya berwarna kuning agak kotor pada bagian luar dan ketika semakin tua warnanya akan berubah menjadi cokelat keabu- abuan. Sedangkan pada penampang dalamnya, bagian tepi jahe berwarna kuning pucat namun agak lebih muda dibandingkan dengan bagian tengahnya. Jahe memiliki aroma khas jahe yang harum dengan rasa yang pedas atau sensasi panas yang tajam.   
Berdasarkan pengolahannya, produk olahan jahe dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu produk olahan jahe primer dan produk olahan jahe sekunder. Produk olahan primer dari jahe adalah sebagai berikut:
1.      Jahe segar. Jahe segar pada umumnya digunakan untuk obat dan bahan campuran untuk minuman penghangat ( bandrek ).
2.      Jahe yang diawetkan. Pada umumnya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan jahe asam, jahe kristal dan sirup jahe.
3.      Jahe kering. Jahe kering pada umumnya dapat digunakan sebagai bumbu masak atau pemberi aroma pada makanan.
Sedangkan produk olahan sekunder dari jahe adalah sebagai berikut:
1.      Bubuk jahe atau tepung jahe.
2.      Minyak jahe.
3.      Oleoresin jahe.
Pada praktikum kali ini, akan dilakukan pembuatan beberapa produk olahan dari jahe ( primer dan sekunder) berupa jahe kering dan jahe bubuk. Dalam pembuatan jahe kering, pengeringannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari serta pengeringan dengan menggunakan alat pengering.
Pada pembuatan jahe kering, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menimbang berat dari jahe utuh kemudian jahe tersebut diberi salah satu perlakuan sebagai berikut:
-          Perlakuan 1 : tanpa perlakuan
-          Perlakuan 2 : jahe dikupas kemudian diiris tipis- tipis.
-          Perlakuan 3 : jahe dikupas kemudian direndam kedalam larutan CaCl2 selama 15 menit.
-          Perlakuan 4 : jahe dikupas lalu diiris tipis. Jahe yang telah diiris kemudian direndam kedalam larutan Na- metabisulfit selama 15 menit.
            Setelah diberi salah satu perlakuan diatas, jahe dikeringkan dalam oven pada suhu 50 0C selama 3 hari.
Table 1. Hasil Pengeringan Jahe Dengan Berbagai Perlakuan
SEBELUM
Perlakuan
I
II
III
IV
Berat
114, 4147 g
190,1430 g
105,9734 g
100,2616 g
Warna
Cokelat keputihan
Hijau kekuningan
Kuning kecokelatan
Kuning keputihan
Tekstur
Keras
Keras
Keras
Lunak +
Aroma
-
-
Khas jahe
Khas jahe +++
SESUDAH
Perlakuan
I
II
III
IV
Berat
48,1401 g
9,2532 g
4,4479 g
5,3194 g
Warna
Cokelat keputihan
Cokelat muda
Kuning pucat
Putih kekuningan
Tekstur
Lunak
Kering, rapuh
Rapuh
Rapuh
Aroma
Khas jahe
Harum khas jahe
Khas jahe +
Khas jahe +
Rendemen
42,075%
4,866%
4,197%
5,305%
Jahe kering berdasarkan cara pengeringannya dapat dikelompokkan kedalam 4 jenis yaitu:
a.       Scraped Ginger : jahe utuh yang dikupas kemudian dikeringkan.
b.      Coated Ginger : jahe utuh yang kemudian diiris dan dikeringkan hingga kulitnya berubah menjadi kecokelatan.
c.       Bleached Ginger : jahe utuh yang dikeringkan dengan pencelupan dalam air kapur.
d.      Black Ginger : jahe utuh kemudian dikeringkan dengan pencelupan dalam air panas selama 10- 15 menit.
Sedangkan berdasarkan cara pengupasannya, jahe kering dapat dikelompokkan kedalam 3 jenis yaitu:
a.       Jahe tanpa dikuliti.
b.      Jahe setengah dikuliti.
c.       Jahe dikuliti seluruhnya.
Jahe perlakuan 1 hampir sama dengan perlakuan scraped ginger dan jahe perlakuan 2 hampir sama dengan coated ginger, hanya saja pada jahe 1 dan 2 kulit jahe tidak dikupas terlebih dahulu. Sedangkan jahe perlakuan 3 dan 4 hampir sama dengan black ginger. Pencelupan air panas memiliki tujuan yang sama dengan penambahan larutan Na- metabisulfit dan CaCl2 yaitu untuk menonaktifkan enzim yang berada dalam jahe.
Menurut literature, jahe kering tanpa dikuliti mempunyai rendemen berkisar antara 60% hingga 70%. Sedangkan pada hasil praktikum ( perlakuan 1), rendemen jahe kering yang dihasilkan adalah 42,075%. Sedangkan pada jahe yang dikuliti pada umumnya mempunyai rendemen antara 50- 60%. Kemungkinan penyebab perbedaan tersebut adalah terlalu lamanya waktu pengeringan yang dilakukan. Antara perlakuan 1 dan perlakuan lainnya, didapatkan bahwa berat jahe kering perlakuan lebih besar dibandingkan sampel lainnya. Hal tersebut kemungkinan disebabkan sedikitnya air yang mampu melewati kulit jahe dan kemudian menguap ( Okos et all., 1992 ). Pengeringan dipengaruhi oleh beberpa factor sebagai berikut:
1.      Suhu
2.      Kelembaban.
3.      Laju aliran udara.
4.      Permukaan bahan yang langsung berhubungan dengan udara.
5.      Tekanan.
Pengeringan dilakukan berdasarkan terjadinya penguapan air dari bahan ke udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Pada hal tersebut, udara mengandung uap air atau kelembaban nisbi yang relative lebih rendah sehingga menyebabkan penguapan. Factor yang mempengaruhi hasil praktikum adalah factor ke 4. Karena pada perlakuan 1, permukaan bahan yang harus ditembus oleh air lebih tebal dibandingkan dengan sampel lainnya.
Pengeringan akan mengubah sifat fisis dan kimianya dan diduga dapat mengubah kemampuannya dalam memantulkan, menyebarkan, menyerap, dan meneruskan sinar, sehingga mengubah warna bahan pangan. Perubahan warna yang terjadi pada sampel praktikum kemungkinan disebabkan telah berubahnya kandungan karotenoid dalam jahe. Sedangkan perubahan aroma yang terjadi pada sampel yang telah dikeringkan kemungkinan disebabkan oleh telah berkurangnya senyawa- senyawa volátil akibat menguap.
Akibat lain dari pengeringan adalah berkurangnya berat bahan karena adanya pengurangan kadar air. Menurut estándar mutu jahe kering Canadian Government, kadar air dalam jahe kering tidak boleh melebihi 10%. Berikut adalah data jumlah kadar air dalam sampel:
Perlakuan
Kadar Air ( %)
I
57,92 %
II
95,13 %
III
95,80 %
IV
94,69 %
Kadar air =  x 100%
Apabila kadar air pada jahe kering melebihi 10%, maka pertumbuhan kapang pun akan dipercepat sehingga umur simpannya akan menjadi lebih pendek.
Pada pembuatan bubuk jahe, jahe kering yang dihasilkan dari praktikum sebelumnya dihaluskan dalam grinder lalu ditimbang. Diamati warna, aroma dan rendemennya.
Table 2. Hasil Praktikum Pembuatan Bubuk Jahe
Perlakuan
I
II
III
IV
Aroma
Khas jahe +++++
Khas jahe ++++
khas jahe ++++
Khas jahe ++++
Warna
Kuning kecokelatan
Kuning cerah
Kuning
Kuning kecokelatan
Tekstur
kasar
halus, lembut
halus, lembut
halus, lembut
Berat bubuk
44,3510 g
4,4314 g
5,7363 g
7,9403 g
Rendemen
38,76%
4,1816%
5,72%
4,176%
Bubuk jahe merupakan salah satu jenis olahan sekunder dari jahe. Bubuk jahe pada umumnya terbuat dari jahe yang telah dikeringkan hingga kadar airnya 4 %. Bubuk jahe sering digunakan sebagai bahan penambah aroma dan rasa pada kari serta minuman seperti minuman anggur dan brendi.
Berdasarkan data diatas, didapatkan bahwa pada bubuk jahe perlakuan 1 memiliki rendemen paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kemungkinan butir bubuk jahe yang dihasilkan pada sampel jahe perlakuan 1 lebih kasar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kemungkinan yang menyebabkan terjadinya kedua hal tersebut adalah pada saat pengeringan dilakukan, kadar air dalam sampel jahe perlakuan 1 lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Aroma pada bubuk jahe sampel perlakuan 1 lebih tajam dibandingkan dengan bubuk jahe sampel perlakuan lainnya. Kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut adalah senyawa zingiberol pada jahe perlakuan 1 belum menguap sepenuhnya.

VI.       KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan 2,3 dan 4 memiliki kualitas rendemen jahe bubuk dan jahe kering yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan 1 dan mempunyai tekstur yang lebih unggul dibandingkan dengan perlakuan 1. Namun jahe perlakuan 1, mempunyai aroma dan warna bubuk serta jahe kering yang lebih unggul dibandingkan dengan sampel jahe perlakuan lainnya.  (http://see-around-theworld.blogspot.com)

Saya yakin info ini sangat berguna dalam mengkalkulasi perbandingan bahan baku jahe basah terhadap output jahe kering / bubuk yang dihasilkan..... selamat berhitung