(copied from http://anjaruntoro.wordpress.com)
Tanaman Jahe merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia. Jahe diekspor dalam bentuk jahe segar, jahe kering, jahe segar olahan dan minyak atsiri. Dengan semakin berkembangnya perusahaan jamu dalam negeri bahkan telah melakukan ekspor kemancanegara maka peluang pengembangan jahe sebagai salah satu bahan baku pembuatan jamu menjadi sangat terbuka.
Berdasarkan data stastistik perkebunan semester I tahun 1999 luas areal penanaman jahe di Kabupaten Sukabumi sebesar 1.176,65 Ha dan umumnya ditanam pada areal perkebunan rakyat.
Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu sentra produksi jahe di Jawa Barat sebenarnya mempunyai peluang yang cukup besar dalam pengembangan jahe. Hal ini jika dilihat dari potensi daerah, penyediaan sarana pertanian dan banyaknya petani yang secara rutin menanam jahe. Sesuai dengan kesesuaian lahan dan iklim, banyak tempat di Kabupaten Sukabumi yang cocok untuk penanaman jahe. Begitu pula dengan sarana pertanian yang mudah didapatkan dan terutama banyak petani yang telah berpengalaman dalam perjahean.
Walaupun demikian sampai saat ini petani belum mendapatkan nilai tambah yang maksimal dalam usahataninya atau dengan kata lain keuntungan usahatani jahe masih banyak dirasakan oleh pedagang pengumpul dan para eksportir. Hal ini disebabkan karena para petani belum menguasai teknologi budidaya yang mutakhir dan masalah mutu hasil produksi. Dengan demikian banyak ditemukan kegagalan dalam usahatani yang disebabkan oleh masalah hama/penyakit terutama penyakit busuk bakteri, harga yang tidak sesuai dan hasil produksi yang rendah.
A. Peluang Pasar
Jepang sudah mengimpor manisan jahe kering dari salah satu negara di Asia Tenggara. Pada tanggal 17 Januari 2009 manisan jahe tersebut tampak dijual di sebuah supermarket di Meguro Tokyo. Ketika diamati ketebalan jahe manisan ini sekitar 3 – 4 mm. Jahe kering ditaburi dengan gula pasir, rasanya cukup enak. Mirip manisan pala yang di jual di Bogor. Manisan ini dikemas oleh perusahaan di Jepang, pada plastik tertulis asal negara eksportirnya, tanggal kadaluarsa 11 Maret 2009, cara penyimpanan dan terdapat tanda bahwa kemasan dan kertas labelnya dapat didaur ulang. Dalam satu kemasan plastik yang beratnya 150 gram dipasang bandrol harga 298 yen. Jadi harga per kilogramnya sekitar 1987 yen atau sekitar 200.000 rupiah (Berita Pertanian online,2009). Di Jenangan, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur, sejak 3 tahun lalu Mutato Hari rutin menyuling rimpang jahe Zingiber officinale. Pria 38 tahun itu memproduksi 80 kg minyak per bulan untuk memenuhi permintaan eksportir. Alumnus Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surakarta itu memperoleh harga Rp700.000 per kg sehingga omzetnya Rp56-juta. Menurut Mutato biaya produksi per kg minyak mencapai Rp420.000. Biaya terbesar, tentu saja, untuk pengadaan bahan baku. Sebab, rendemen jahe relatif kecil, 1% sehingga untuk menghasilkan 1 kg minyak ia memerlukan 100 kg bahan segar. Pemasok bahan baku adalah para pekebun di Pacitan, Nganjuk, Trenggalek, dan Tulungagung-semua di Provinsi Jawa Timur. Dengan harga beli Rp2.000 per kg, sarjana Teknik Sipil itu harus mengeluarkan Rp200.000 untuk memproduksi 1 kg minyak. Laba bersih Mutato Hari dari penyulingan minyak jahe mencapai Rp22,4-juta sebulan.
Yang juga kewalahan melayani permintaan minyak asiri adalah RA Eti, pemilik PT Pemalang Agro Wangi. Empat tahun terakhir ia mengekspor minyak mawar, melati, jahe, jeruk purut, kemiri, dan nilam. Volume ekspor setiap Juli dan Desember masing-masing 200-300 kg minyak jahe, 10 kg mawar, 5 kg jeruk, 1 kg melati. Selain nilam yang ia suling sendiri, kontinuitas ekspor minyak-minyak asiri itu mengandalkan pasokan para penyuling binaan di berbagai kota. Ibu 5 anak itu lalu mengemas minyak asiri itu dalam botol 10 cc dan 20 cc sesuai permintaan pembeli. Pembeli di Paris, Perancis, sebetulnya tak membatasi volume pengiriman. Namun, Eti mesti membagi dengan pasar domestik. Maklum, setiap bulan 3 pelanggannya datang menjemput beragam minyak asiri. Mereka ekspatriat asal Taiwan, Italia, dan Singapura yang membeli minyak asiri untuk dikirim ke negara masing-masing. Total permintaan mereka rata-rata 1 kg minyak melati, 10 kg jeruk purut, dan 300 kg minyak jahe. ‘Prospek minyak asiri baru itu sangat bagus. Seluruh dunia antusias dengan semua minyak asiri Indonesia,’ ujar mantan guru SD yang kini eksportir itu.
Mungkin karena itulah Mulyono, eksportir di Jakarta, terus mengembangkan jenis-jenis minyak asiri baru. Separuh dari 20 jenis minyak asiri yang Mulyono suling merupakan jenis minyak baru seperti bangle, jahe, kunyit, lajagua, dan lengkuas. Kepada reporter Trubus Faiz Yajri direktur PT Scent Indonesia itu mengatakan rutin mengekspor 500 kg minyak jahe per bulan. Pria kelahiran Cilacap, Jawa Tengah, 21 Desember 1943 itu menuturkan permintaan minyak jahe tak terbatas. Sayang, ia menolak menyebutkan harga jual dan margin dari perniagaan itu (Trubus, 2008).
Berbeda dengan Elviana, alumni Teknik Pertanian IPB dan sekaligus pemilik SKJ Investama ini sedang gencar-gencarnya mencari sentra jahe di seluruh pelosok jawa. Dibantu rekan kuliahnya Malik, Elvi sedang merintis usaha penyulingan minyak jahe. Dalam rangka merealisasikan usahanya mereka sudah membangun kemitraan dengan beberapa petani jahe di Temanggung, Magelang, Jember, dan Banyu Wangi. Bahkan mereka sudah melakukan kontrak kerjasama dengan CV. Sumber Multi Atsiri selaku pembeli minyak jahe. Malik, yang juga alumni beastudi Etos Dompet Dhuafa republika ini mengaku sedang mencari investor untuk bisa mendanai usaha penyulingannya yang senilai Rp. 100.000.00,-. Dia berharap ada investor yang tertarik melirik bisnis yang sekaligus membina petani itu.
Sebagai salah satu komoditas perkebunan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama sebagai bahan rempah-rempah dan obat-obatan tradisional sesungguhnya jahe mempunyai prospek pemasaran yang cukup baik untuk dikembangkan. Apalagi dewasa ini jahe telah menjadi salah satu komoditas ekspor yang permintaannya cukup tinggi dengan harga yang cukup tinggi dibandingkan dengan biaya produksi. Kendala yang ditemui oleh para eksportir adalah pasokan jahe dari sentra-sentra produksi tidak mencukupi dibandingkan dengan pesanan yang diterima. Adapun negara-negara tujuan ekspor adalah Amerikan Serikar, Belanda, Uni Emirat Arab, Pakistan, Jepang, Hongkong. Bahkan Hongkong yang tidak mengembangkan jahe juga telah mengekspor manisan jahe yang dioleh dari jahe yang diimpor dari Indonesia.
Prospek Pemasaran
Sebagai salah satu komoditas perkebunan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama sebagai bahan rempah-rempah dan obat-abatan tradisional maka jahe mempunyai prospek pemasaran yang cukup baik untuk dikembangkan. Apalagi dewasa ini jahe telah menjadi salah satu komoditas ekspor yang permintaannya cukup tinggi dengan harga yang cukup tinggi dibandingkan dengan biaya produksi. Kendala yang ditemui oleh para eksportir adalah pasokan jahe dari sentra-sentra produksi tidak mencukupi dibandingkan dengan pesanan yang diterima. Adapun negara-negara tujuan ekspor adalah Amerikan Serikar, Belanda, Uni Emirat Arab, Pakistan, Jepang, Hongkong. Bahkan Hongkong yang tidak mengembangkan jahe juga telah mengekspor manisan jahe yang diolah dari jahe yang diimpor dari Indonesia.
Tiga jenis jahe yang berprospek adalah jahe putih besar (jahe gajah), jahe putih kecil dan jahe merah. Diantara ketiga jenis jahe tersebut, jahe gajahlah yang memiliki demand terbesar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Demand jahe dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan ternd peningkatan konsumsinya, yaitu dengan pertumbuhan 18,71 % setiap tahunnya selama periode 1984-1990. Demand jahe gajah di pasar domestic, seperti catatan koperasi BPTO (Kobapto) Kab. Tawamangun, Jawa Tengah, berkisar 5.000 ton per tahun. Hampir semua industri obat tradisional di Jawa Tengah membutuhkan jahe gajah sebagai bahan baku produksinya, seperti PT. Sidomuncul membutuhkan sekitar 15 to per bulan, PT. Air Mancur 15 ton per bulan, CV Temu Kencono 10-12 ton per tahun dan PT. Indotraco 40 ton per bulan. Rimpang jahe juga banyak oleh 10 industri besar obat tradisional dan 12 industri obat tradisional menengah pada tahun 1995-1999 yaitu sebanyak 1.364.270.
Data ekspor jahe Indonesia rata-rata meningkat 32,75 % per tahun. Sedangkan pangsa pasar jahe Indonesia terhadap pasar dunia 0,8 %, berarti peluang Indonesia ekspor jahe Indonesia masih memiliki potensi untuk pangsa ekspor.
Dalam pengembangan tanaman obat sangat cerah pada masa mendatang ditinjau dari pelbagai faktor penyokong. Antara faktor penyokongnya sebagai berikut: tersedianya sumber kekayaan alam Indonesia dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia, sejarah pengobatan tradisional yang telah dikenal lama oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Diharapkan dalam seminar ini dalam memberikan suatu masukan dan informasi dalam pengembangan untuk minyak atsiri nilam maupun Jahe, serta melalui teknik budidaya yang berguna dalam pengendalian OPT. Diharapkan pula para peneliti, perguruan tinggi maupun pelaku usaha bidang agribisnis minyak atsiri dapat berpartsipasi pada event seminar ini (Seminar Nasional OPT Jahe dan Nilam 2008 Sumber Berita : Ditjen PPHP).
1.3 Sentra Penanaman
Pada saat ini jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.
1.4 Klasifikasi dan Standar Mutu
Jahe diklasifikasikan menjadi 3 jenis mutu, yaitu: mutu I, II, III.
a) Syarat umum :
1. Kesegaran jahe: segar
2. Rimpang bertunas: tidak ada
3. Kenampakan irisan melintang: cerah
4. Bentuk rimpang: utuh
5. Serangga hidup: bebas
b) Syarat Khusus
1. Ukuran berat: mutu I ³ 250 gram/rimpang; mutu II 150-249 gram/rimpang; mutu III dicantumkan sesuai hasil analisa.
2. Rimpang yang terkelupas kulitnya (rimpang/jumlah rimpang): mutu I=0 %; mutu II=0 %; mutu III<10 %.
3. Benda asing: mutu I=0 %; mutu II=0 %; mutu III<3 %
4. Rimpang berkapang (rimpang/jumlah rimpang): mutu I=0%;mutu II=0%; mutu III<10%.
Untuk mendapatkan jenis jahe yang sesuai dengan standar mutu dilakukan pengujian,yang meliputi:
a) Penentuan benda-benda asing Timbanglah sejumlah contoh yang beratnya diantara 100–200 gram. Pisahkan benda-benda yang akan ditentukan persentase bobotnya dan dipindahkan pada kaca arloji yang telah ditera. Kaca arloji beserta benda asing tersebut ditimbang pada neraca analitik. Perbedaan kedua penimbang tersebut menunjukan jumlah benda asing dalam cuplikan yang diuji.
b) Penentuan kadar serat Keringkan kira-kira 5 gram cuplikan untuk pengujian didalam sebuah oven udara listrik 105 ± 1 derajat C, sampai berat tetap. Timbanglah dengan teliti kira-kira 2,5 gram bahan yang telah dikeringkan itu ke dalam sebuah thimble dan ekstraklah dengan petroleum eter (titik didih 40-60 derajat C) selama kira-kira 1 jam dengan menggunakan sebuah alat soxhlet. Pindahkan bahan yang telah bebas lemak tersebut kedalam sebuah labu berkapasitas 1 liter. Ambillah 200 ml asam sulfat encer, tempatkanlah dalam sebuah gelas piala, didihkanlaah seluruh asam yang mendidih itu kedalam labu yang telah berisi bahan bebas lemak tersebut di atas. Lengkapilah segera labu itu dengan pendingin balik yang dialiri air, dan panaskanlah sedemikian rupa sehingga labu mendidih setelah satu menit.
Goyang-goyanglah labu agak sering sambil menghindari tertinggalnya bahan pada dinding labu yang tak bersentuhan dengan asam. Lanjutkanlah pendidihan selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah labu dan saringlah melalui kain halus (kira-kira 18 serat untuk setiap sentimeter) yang ditempatkan dalam sebuah corong penyaring dan cucilah dengan air mendidih sampai cucian tidak lagi bersifat asam terhadap lakmus. Didihkanlah sejumlah larutan natrium hidroksida dengan menggunakan pendingin balik dan didihkanlah selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah labu itu dan saringlah dengan segera dengan kain penyaring. Cucilah residum dengan baik dengan iar mendidih dan pindahkanlah kedalam krus gooch yang telah berisi lapisan tipis dan kompak asbes yang telah dipijarkan.
Cucilah residu dengan baik pertama-tama dengan air panas kemudian dengan kira-kira 15 ml etil alkohol 95%. Keringkanlah Krus Gooch dan isinya pada 105 ± 1 derajat C dalam oven udara sampai berat tetap. Dinginkan dan timbanglah. Pijarkan Krus Gooch tersebut pada 600 ± 20 derajat C dalam tanur suhu udara tinggi sampai seluruh bahan menngandung karbon terbakar. Dinginkanlah Krus Gooch yang berisi abu tersebut dalam sebuah eksikator dan timbanglah.
c) Penentuan kadar minyak
1. Timbanglah dengan teliti, mendekati 1 gram, kira-kira 35–40 gram cuplikan yang telah dipotong kecil-kecil sebelum dimasukan kedalam labu didih.
2. Tambahkanlah air sampai seluruh cuplikan tersebut terendam dan tambahkan pula ke dalamnya sejumlah batu didih.
3. Sambunglah labu didih dengan alat “Dean-Stark” sehingga dapat digunakan untuk pekerjaan destilasi dan panaskanlah labu didih tersebut beserta isinya.
Penyulingan dihentikan bila tidak ada lagi butir-butir minyak yang menetes bersama-sama air atau bila volume minyak dalam penampung tidak berubah dalam beberapa waktu.
Biasanya penyulingan ini memerlukan waktu lebih kurang 6 jam. Rendamlah penampung beserta isinya kedalam air sehingga cairan didalamnya mencapai suhu udara kamar dan ukurlah volume minyak yang tertampung.
Pengambilan Contoh
a) Pengambilan contoh Dari jumlah kemasan dalam satu partai jahe segar siap ekspor diambil sejumlah kemasan secara acak seperti dibawah ini, dengan maksimum berat tiap partai 20 ton.
1. Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang diambil 5.
2. Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–300, contoh yang diambil 7
3. Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–500, contoh yang diambil 9
4. Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang diambil 10
5. Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh yang diambil minimum 15
Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk kemasan jahe segar berat 10 kg atau kurang, maka contoh yang diambil sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk ditentukan mutunya.
b) Petugas pengambil contoh Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum.
Pengemasan
Jahe segar disajikan dalam bentuk rimpang utuh, dikemas dengan jala plastik yang kuat, dengan berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas dengan keranjang bambu dengan berat sesuai kesepakatan anatara penjual dan pembeli.
Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan bahan yang tidak luntur, jelas terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia
b) Nama/kode perusahaan/eksportir
c) Nama barang
d) Negara tujuan
e) Berat kotor
f) Berat bersih
g) Nama pembeli
Produk Pengolahan Jahe
Rimpang jahe, terutama yang dipanen pada umur yang masih muda tidak bertahan lama disimpan di gudang. Untuk itu diperlukan pengolahan secepatnya agar tetap layak dikonsumsi.Terdapat beberapa hasil pengolahan jahe yang terdapat di pasaran, yaitu:
• Jahe segar
• Jahe kering
• Awetan jahe
• Jahe bubuk
• Minyak jahe
• Oleoresin jahe
Jahe kering, merupakan potongan jahe yang kemudian dikeringkan. Jenis ini sangat populer di pasar tradisional.
Awetan jahe, merupakan hasil pengolahan tradisional dari jahe segar, terutama jahe muda. Yang paling sering ditemui di pasaran adalah acar, asinan, sirup, dan kristal jahe. Jenis ini disukai konsumen dari daerah Asia dan Australia.
Bubuk jahe, merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dari jahe menggunakan teknologi industri. Bubuk jahe diperlukan untuk keperluan farmasi, minuman, alkohol dan jamu. Biasanya menggunakan bahan baku jahe kering.
Oleoresin jahe, adalah hasil pengolahan lebih lanjut dari tepung jahe. Bentuknya berupa cairan cokelat dengan kandungan minyak asiri 15 hingga 35%.
1.4 Manfaat Jahe
1. Impoten / Lemah Syahwat
Siapkan 2 rimpang jahe sebesar ibu jari, 1 butir jeruk nipis, 1 butir telur ayam kampung, 1 sdt bubuk kopi, 1 sdm madu, dan sedikit bubuk merica. Cuci jahe, parut, tambahkan segelas air masak, lalu peras. Tambahkan air jeruk nipis, kuning telur, kemudian campur dengan semua bahan lainnya. Aduk sampai merata. Minum seminggu sekali.
Resep lain untuk menambah gairah seks : jahe merah + ginzeng + cabe jawa (masing2 15 g) + 20 g lada hitam direbus bersama dalam 4 geas air hingga tersisa 2 gelas. Minum masing2 1 gelas pada pagi dan sore hari, dengan menambahkan kuning telur 1 butir dan 2 sendok makan madu murni.
2. Batuk
Ambil 3 rimpang jahe sebesar ibu jari, cuci bersih, dan rebus dengan 2 gelas air. Didihkan hingga tinggal 1 gelas. Air rebusan jahe tersebut diminum 2 kali sehari, pagi dan sore hari.
3. Pegal-Pegal
Ambil 2 rimpang jahe sebesar ibu jari dan susu segar 2 gelas. Rimpang jahe dicuci bersih, dibakar, lalu dikuliti. Rimpang itu dimemarkan, kemudian direbus bersama dengan susu segar. Susu jahe diminum 2 kali sehari, pagi, dan sore hari, masing-masing 1 gelas.
4. Kepala Pusing
Ambil 3 rimpang jahe sebesar ibu jari, cuci bersih, bakar, dan memarkan. Seduh dengan 1 gelas air tambahkan sedikit madu atau gula aren. Minum ramuan tersebut 1 gelas sekaligus.
5. Rematik
Ambil 3 rimpang jahe sebesar ibu jari, bakar, kemudian cuci bersih, dan parut. Tempelkan parutan jahe bakar dibagian tubuh yang diserang rematik. Resep 2 : Temulawak dan cabe jawa (masing2 20 g), daun komfrey dan jahe merah (masing2 25 g) + kumis kucing 30g. Cuci semua bahan, iris tipis rimpang jahe dan temulawak. Rebus dlm 4 gelas air sampai tersisa 2 gelas. Minum masing2 segelas tiap pagi dan sore, tambahkan madu dan jeruk nipis untuk mengurangi rasa “jamu”
6. Sakit Pinggang
Ambil 3 rimpang jahe dan 2 buah asam jawa yang sudah masak. Cuci jahe, parut, dan campur dengan asam jawa sampai merata.Oleskan pada pinggang yang sakit.
7. Masuk Angin
Ambil 3 rimpang jahe sebesar ibu jari dan memarkan. Masukan kedalam 2 gelas air bersih dan beri sedikit gula aren.Didihkan selama 15 menit hingga airnya tinggal separuh. Saring dan minum ketika masih hangat, lakukan 2 kali sehari.
8.Untuk Payudara Indah dan Montok
Masukkan dua ruas jahe segar yang telah dikupas kulitnya, ke dalam segelas susu murni yang panas. Tambahkan satu sendok teh gula. Minumlah menjelang tidur malam setiap hari.
9. Vitiligo (Bercak putih pada kulit karena kekurangan pigmen)
Ambil 30 gr jahe, cuci bersih lalu dijus. Balurkan jus pada kulit yang menderita vitiligo tersebut.
10. Terserang cacing gelang
Ramuan: Ambil 60 gr jahe segar lalu cuci bersih. Lumatkan, campur dengan segelas air. Saring dan tambahkan madu satu sendok makan. Minum ramuan ini tiga kali sehari.
Manfaat Jahe Bagi Kesehatan
Khusus sebagai obat, khasiat jahe sudah dikenal turun-temurun di antaranya sebagai pereda sakit kepala, batuk, masuk angin. Jahe juga kerap digunakan sebagai obat untuk meredakan gangguan saluran pencernaan, rematik, obat antimual dan mabuk perjalanan, kembung, kolera, diare, sakit tenggorokan, difteria, penawar racun, gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta memar.
Berbagai referensi juga menyebutkan bahwa jahe dapat mencegah dan mengobati sejumlah penyakit seperti luka bakar, sakit kepala, migren, menurunkan kadar kolesterol, rematik, tukak lambung, antidepresi, hingga impotensi. Meski begitu, semua khasiat jahe tersebut masih belum cukup bukti, sehingga perlu dilakukan uji secara ilmiah pula.
Sejauh ini, hasil uji farmakologi menunjukkan bahwa jahe memiliki beberapa aktivitas sebagai antiradang. Uji laboratorium memperlihat bahwa ekstrak jahe dalam air panas menghambat aktivitas lipoksigenase dan siklooksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena (mediator inflamasi).
Riset di Cina melaporkan bahwa pada ratusan penderita rematik dan sakit punggung kronis yang disuntik 5 – 10% ekstrak jahe memperoleh efek pengurangan rasa sakit, menurunkan pembengkakan tulang sendi. Pemberian secara per oral serbuk jahe pada penderita rematik dan musculoskeletal dilaporkan menurunkan rasa sakit dan pembengkakan.
Jahe juga berkhasiat sebagai antimuntah dan dapat digunakan para ibu hamil mengurangi morning sickness. Penelitian menunjukkan bahwa jahe sangat efektif menurunkan metoklopamid senyawa penginduksi mual dan muntah. Menurut German Federal Health Agency, jahe efektif untuk mengobati gangguan pencernaan dan pencegahan gejala motion sickness.
Jahe mengandung dua enzim pencernaan yang penting dalam membantu tubuh mencerna dan menyerap makanan. Pertama, lipase yang berfungsi memecah lemak dan kedua adalah protease yang berfungsi memecah protein.
Jahe juga sekurangnya mengandung 19 komponen bio-aktif yang berguna bagi tubuh. Senyawa kimia pada jahe adalah di antaranya minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-senyawa seskuiterpen, zingiberen, bisabolena, zingeron, oleoresin, kamfena, limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, felandren. Di samping itu, terdapat juga sagaol, gingerol, pati, damar, asam-asam organik seperti asam malat dan asam oksalat, Vitamin A, B, dan C, senyawa- senyawa flavonoid dan polifenol.
Salah satu komponen yang paling utama yakni gingerol bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi dengan begitu jahe mampu mencegah tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke, dan serangan jantung. Gingerol diperkirakan juga membantu menurunkan kadar kolesterol.
Jahe dapat digunakan untuk membunuh sel kanker. fungsinya untuk membunuh sel kanker ovarium sementara komponen yang terdapat pada cabai diduga dapat mengecilkan atau menyusutkan tumor pankreas. Demikian kata Dr. Rebecca Liu, asisten profesor pada bidang obstetri and ginekologi di Universitas Michigan Comprehensive Cancer Center, AS, dan timnya, yang melakukan tes terhadap bubuk jahe yang dilarutkan dan diberikan pada kultur sel kanker ovarium.
Dalam studi itu menyebutkan bahwa terdapat bukti berbagai makanan pedas atau panas bermanfaat dalam terapi kanker dimana cara kerja adalah dengan menghambat pertumbuhan kanker. Studi itu meneliti efektivitas jahe terhadap sel penderita kanker. Meskipun demikian, studi ini masih merupakan langkah pertama. Dikatakan, jahe dapat membunuh sel kanker dengan dua jalan, yaitu proses penghancuran yang dinamakan apoptosis dan autophagy, proses pemakanan sel.
Jika Hal ini diuraikan para ahli dalam pertemuan American Association for Cancer Research. Menurut Dr. Rebecca, banyak penderita kanker yang mengalami resistensi terhadap kemoterapi standar, di mana tindakan kemoterapi merupakan proses apoptosis. Sementara jahe yang memiliki kemampuan memakan sel (autophagy) dapat membantu mereka yang mengalami resistensi terhadap kemoterapi. American Cancer Society melaporkan kanker ovarium membunuh 16.000 dari 22.000 wanita AS.
Tanaman Jahe terbukti dapat mengontrol keadaan inflamasi, yang berhubungan dengan perkembangan sel kanker ovarium. Dalam penelitian lain terhadap terapi kanker dilakukan dengan menggunakan tikus yang diberikan capsaicin (salah satu kandungan pada cabai), Sanjay Srivastava dari Universitas Pittsburgh School of Medicine, AS, mendapati bahwa capsaicin ternyata dapat mematikan sel kanker pankreas. Capsaicin membuat sel-sel kanker mati dan memiliki kemampuan memperkecil ukuran tumor.
KENDALA
Jahe adalah komoditas yang tidak tergantikan. Khasiatnya sebagai penghangat tubuh memiliki keunikan yang khas yang tidak dimiliki oleh komoditas lain. Peluang pasar bagi komoditas ini sangat besar. baik di pasar lokal dengan semakin menjamurnya industri obat, makanan, dan minuman yang berbahan dasar jahe, maupun di pasar internasional dengan total impor dunia yang besar dengan kecenderungan impor yang meningkat. Peluang pasar bagi jahe Indonesia terbuka lebar di pasar dunia terutama di pasar Bangladesh, Malaysia, Singapura, dan Jepang. Negara ini menerima ekspor jahe dari Indonesia dalam jumlah yang besar. Namun, negara tersebut juga menerima ekspor dari negara lain dengan jumlah yang lebih besar, seperti dari negara Cina. Dengan melihat peluang pasar tersebut, peningkatan produksi jahe untuk memenuhi kebutuhan lokal dan ekspor akan sangat baik, dengan syarat peningkatan produksi ini harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan pasar.
Sedangkan Berdasarkan hasil analisis menggunakan Porter’s Diamond pula, faktor yang menjadi kelemahannya adalah sumberdaya modal, sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya infrastruktur dan kondisi permintaan domestik.
Masalah utama ekspor jahe Indonesia adalah produksi yang tidak stabil dan mutu yang kurang baik. Untuk memperbaiki masalah ini maka strategi pengembangan yang dapat dilakukan adalah pembentukan kemitraan antara petani dengan pengusaha dan eksportir, mengadakan bimbingan, pendampingan dan pembinaan kepada msyarakat petani jahe, melakukan teknik budidaya yang tepat, dan perlakuan pemanenan dan pascapanen yang tepat.
Pasar jahe dunia dengan struktur pasar dominan yang secara langsung berakibat Indonesia tidak dapat mempengaruhi harga (price taker). Namun, dengan struktur pasar perdagangan jahe yang dominan, dengan peningkatan kualitas melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, Indonesia bisa meraih pangsa pasar yang lebih besar. Sehingga, produksi komoditas jahe dapat berfungsi sebagai sumber devisa bagi negara dan dapat meningkatan pendapatan petani.
REVIEW
HARIAN UMUM
PELITA
Edisi sabtu ,05 Maret 2011
Ironis Indonesia Harus Impor
Jahe Bogor,Pelita Meski Indonesia mempunyai sumberdaya alam (SDA) produk pertanian berupa tanaman temu-temuan yang melimpah dan terbesar di dunia, namun ternyata negara ini harus mengimpor jahe untuk memenuhi kebutuhan industri. Ironis sekali, kita yang mempunyai sumberdaya alam temu-temuan terbesar, sekarang ini justru mengimpor jahe, kata Kepala Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), Dr Ir H. AM Syakir, MS di Bogor, Kamis (6/9/2007).
Bahkan di Eropa, Indonesia tidak termasuk dalam daftar negara pengekspor obat herbal. Justru Singapura masuk daftar negara pengekspor, kata Syakir di sela-sela seminar nasional pengembangan tanaman obat di IPB International Convention Center (IICC).
Namun, ia tidak menjelaskan volume impor jahe yang dilakukan Indonesia dan negara asalnya.
Ia menegaskan, diperlukan political will pemerintah untuk menjadikan tanaman obat sebagai basis menuju kemandirian pelayanan pengobatan dengan memanfaatkan obat tradisional.
Dengan demikian, masyarakat bisa mandiri untuk melayani kesehatan sendiri. Di lain pihak, tanaman obat tersebut juga menjadi sumber penghasilan masyarakat dan sumber devisa bagi negara, katanya.
Menurut data Balittro, sekitar 85 persen dari sekitar 300 jenis herba yang digunakan secara rutin dalam industri obat tradisional di Indonesia masih mengandalkan sumberdaya tanaman obat yang tumbuh di habitatnya, terutama di hutan. Hanya 15 persen jenis tanaman obat yang digunakan berasal dari sumber hasil budidaya petani, itu pun belum ada yang dibudidayakan dalam skala besar, kata Syakir. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire, dengan jumlah tumbuhan berbunga sebanyak 30.000 jenis, 7.000 jenis diantaranya merupakan tanaman obat, 1.000 jenis tumbuhan penghasil racun, dan 50 jenis tanaman aromatik.
Di samping itu, Indonesia juga memiliki kearifan lokal dari 370 etnis dalam memanfaatkan tanaman sebagai bahan obat untuk pemeliharaan kesehatan, pengobatan penyakit, perawatan tubuh dan kecantikan.
Menurut laporan Convention on Biological Diversity, pasar herbal dunia tahun 2000 mencapai 43 miliar dolar AS, tetapi kontribusi Indonesia hanya 100 juta dolar AS. Omzet penjualan produk tanaman obat Indonesia saat ini baru mencapai Rp3 triliun, sementara China mencapai 6 miliar dolar AS dan Malaysia 1,2 miliar dolar AS. Indonesia menargetkan untuk meningkatkan nilai perdagangannya menjadi Rp8 triliun pada tahun 2010.
Fitofarmaka
Untuk memajukan industri obat herbal, Syakir memandang perlunya peninjauan kembali peraturan pemerintah yang mensyaratkan pengujian klinis bagi obat herbal seperti halnya obat kimia, sebelum digolongkan dalam fitofarmaka.
Selama ini obat herbal tidak bisa dimasukkan dalam resep dokter karena belum ada uji klinis, katanya.
Padahal, sebetulnya uji klinis yang memerlukan biaya tinggi tersebut tidak diperlukan bagi obat herbal. Cukup uji pra klinis karena sudah ada dukungan kearifan lokal, artinya tanaman obat tersebut sebelumnya sudah banyak dipakai masyarakat. Obat herbal cukup terstandar saja, katanya.
Standar tersebut dikeluarkan oleh Pusat Standardisasi Nasional (Standar Nasional Indonesia/SNI) dan Badan POM.
Sekarang ini baru lima jenis tanaman obat yang sudah masuk dalam industri fitofarmaka.
Pemerintah, lanjut dia, juga memerlukan institusi khusus yang menangani obat herbal seperti halnya di Malaysia dan Myanmar yang memiliki departemen obat tradisional.
Menurut dia, Balittro lebih fokus ke sektor hulu yaitu penyediaan bahan baku terstandar serta pengembangan tanaman obat dan aromatik dari hasil teknologi tersebut. (ant/sal)
Sumber :
epetani.deptan.go.id
manjulaskitchen.com
juaraskincare.com
chinesemedicinenews.com
http://www.ibujempol.com/tanaman-obat-keluarga-3-jahe-dan-khasiatnya/
florabiz.net
http://tyo-budidayailmu.blogspot.com/2009/02/prospek-cerah-jahe
http://usahaku.weebly.com/jahe-gajah
http://www.pelita.or.id
www.disbun.jabarprov.go.id/assets/…/Budidaya%20Tan.%20Jahe.doc
4 komentar:
Assalamualaikum apakah ada sistem mentoring pembelajaran untuk pemula yang ingin budidaya jahe merah , saya sangat butuh mentoring CANDRA ADE tulungagung 085791390740
Assalamualaikum
saya rahim punya jahe merah puluhan ton jika berminat kontak 081355799943
salam
saya Riyanto punya jahe merah kurang lebih 30 ton jika berminat hub 081340228778
Assalamualaikum, sy butuh jahe merah kering simplisia/rajangan, kadar air 12-15%, dalam jumlah banyak.
Hubungi sy wa.me/6281291488526
Posting Komentar