Walau kebutuhan jahe sangat tinggi, jahe perlu diolah terlebih dahulu
sebelum dipasarkan sampai ke tingkat konsumen akhir. Selain industri
jamu dan minuman, jahe merah juga dibutuhkan industri kosmetik sebagai
bahan baku produksi kosmetik.
Jahe adalah bahan baku terbesar
kedua dalam produksi jamu setelah temu lawak. Selain jahe merah,
sebenarnya juga ada jenis lain yang tak kalah bermanfaat, seperti jahe
emprit dan jahe gajah. Namun sepertinya, saat ini pamor jahe merahlah
yang sedang naik daun.
Permintaan jamu dan produk olahan jahe,
terutama jahe merah yang meningkat membuat budi daya jahe merah saat ini
memiliki prospek bisnis yang cerah. Sayangnya, di tengah meningginya
kebutuhan, data Kementerian Pertanian malah menunjukkan, produksi jahe
secara total pada 2010 ini justru menurun. Jika pada tahun 2009 produksi
jahe mencapai 122.000 ton, tahun ini diperkirakan hanya sebesar 108.000
ton.
Ini berarti di tengah permintaan jahe yang melonjak, jumlah
produksi malah turun sebesar 14 juta kg. Penurunan ini terjadi karena
kondisi cuaca yang kurang mendukung akhir-akhir ini. "Kebutuhan jahe
untuk industri jamu tahun ini diperkirakan sebesar 92.897," kata Sumardi
Noor, Kepala Seksi Bimbingan Usaha Dirjen Hortikultura Kementerian
Pertanian.
Selain untuk industri jamu, jahe juga banyak
dibutuhkan untuk bahan baku kosmetik. Menurut Sumardi, kebutuhan pasar
domestik yang tinggi, membuat produksi jahe untuk saat ini hanya cukup
memenuhi kebutuhan pasar lokal saja.
Sumardi menjelaskan, selain
penurunan produksi, ada kendala lain yang dihadapi petani jahe. Kendala
itu adalah petani lokal belum mampu memenuhi seluruh syarat kualitas
jahe yang ditetapkan industri. "Seperti, petani belum bisa memenuhi
kadar air minimal," katanya.
Ekspor jahe biasanya dilakukan untuk
produk olahan jadi, bukan jahe mentah atau kering. Ini cukup
menggembirakan sebab pengusaha akan mendapatkan nilai tambah tinggi.
Seperti
yang dilakukan Antonius Jarwoko, petani jahe di Semarang, Jawa Tengah.
Dia kini memproduksi sirup jahe merah dari jahe hasil kebun sendiri.
Untuk memproduksi sirup, dia butuh sekitar satu ton jahe. Namun yang
dihasilkan pertaniannya hanya setengah ton. Karena itu, Antonius masih
harus membeli jahe dari petani lain di sekitar Semarang untuk menutup
kekurangan.
Dengan pangsa pasar di seluruh Indonesia, dia meraih
nilai tambah yang cukup besar dengan menjual jahe sirup. Jika saat ini
harga jahe minimal Rp 10.000 per kg, dia mampu menjual sirup jahe
seharga Rp 13.500 per botol.
Kebutuhan jahe merah Darul Mahbar,
pemilik merek minuman jahe merah Cangkir Mas dan Cangkir Merah, juga
terus meningkat. Untuk itu dia terus menjalin kerja sama dengan petani
jahe di Wonosobo Jawa Tengah, dan Palembang.
Dari kerja sama ini,
dia mampu memperoleh pasokan mencapai 20 ton jahe selama sembilan bulan
penuh. "Petani membutuhkan distributor, dan industri olahan jahe,"
ujarnya.
Kerja sama saling menguntungkan antara petani dan
industri olahan jahe sangat penting agar seluruh produksi jahe petani
bisa terserap. Sebab, menurut Darul, petani akan kesulitan menjual
seluruh hasilnya jika hanya mengandalkan penjualan jahe mentah tanpa
diolah lebih lanjut.
(http://peluangusaha.kontan.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar