Artikel tentang fakta yang menggelitik saya untuk menuangkannya diblog ini....
Selama ini, harga kencur cukup menggiurkan untuk dibudidayakan. Sehingga, hasil penjualannya dapat membantu keuangan keluarga. Untuk itu, kaum wanita disana sangat merindukan bantuan Pemerintah. Sebab, dalam olah pertanian komoditi tanaman tersebut dilakukan secara manual. Dan, tanpa pernah mendapatkan kucuran bantuan guna pengembangan usaha budidaya pertaniannya. Padahal, beberapa dusun yang menjadi sentra tanaman kencur di kecamatan itu merupakan ‘pertahanan prekonomian di Panai Hilir. Diantara lokasi yang menjadi sentra penanaman kencur itu adalah, Dusun Pertemuan Desa Sungai Sakat, Dusun Telaga Suka dan Dusun Suka Maju.
Seperti halnya di Dusun Pertemuan, puluhan warga mengkelola perladangan kencurnya secara tradisional. Puluhan bahkan ratusan hektar lahan pertanian kencur yang ada hanya dikelola tanpa adanya pembinaan dari pihak dinas pertanian setempat. Padahal, Kencur dari kecamatan Panai Hulu ini, dikenal pemasarannya hingga ke kota Rantauprapat, Medan bahkan menembus ke ibukota Jakarta. Ironisnya, teknik pemasaran juga terkesan masih memanfaatkan jasa para tengkulak yang selalu mematok harga sekenanya.
Petani kencur yang ada di kecamatan itu relatif dilakukan para wanita dan ibu rumahtangga. Itu, dilakukan guna membantu perekonomian keluarga yang dominan hidup sebagai keluarga nelayan.
Rukiyah (45) misalnya. Ibu rumahtangga yang tinggal di Desa Sei Baru kecamatan itu, sudah sepuluh tahun terakhir beraktivitas sebagai petani Kencur. Itu, dilakukannya disela-sela kewajiban sebagai ibu rumahtangga. Dalam aktivitas olahtani berbudidaya tanaman kencur, dia hanya mengandalkan kemampuan secara tradisional. Sebab, sebagai wanita Desa dirinya tidak pernah mendapatkan pembekalan pengetahuan secara akademisi dalam membudidayakan tanaman itu. “Belum pernah ada bantuan dari pemerintah untuk kami,” ujarnya ketika disambangi akhir pecan lalu, di areal pertaniannya di dusun Pertemuan itu.
Pola tanam Mereka sebagai petani kencur dalam mengolah tanah memanfaatkan lahan perkebunan komoditi kelapa sawit milik masyarakat setempat. Itu dilakukan dengan meminjam lahan. Dan, memanfaatkan sela-sela tanah diantara tanaman Kelapa Sawit yang ada. Identiknya, kerjasama yang dilakukan antara petani dan pemilik kebun sawit hanya saling percaya.
Dimana, petani melakukan perawatan tanah dengan menanami pohon kencur dan menyemai tanah. “Iya, kami meminjam lahan secara gratis dari pemilik kebun sawit,” ungkap Rukiyah yang juga diaminin beberapa wanita petani kencur lainnya.
Mereka yang ketika itu melakukan pemanenan lahan kencur juga menambahkan, di daerah Dusun Pertemuan seratusan hektar lahan kebun kelapa sawit juga merangkap sebagai lahan pertanian kencur.
Setiap jengkal tanah diantara tanaman sawit yang masih berumur muda menjadi tempat penanaman kencur. Pola tumpangsari tanaman pertanian itu sudah lama mereka lakukan. Bahkan, sudah mencapai sepuluh tahun terakhir. Namun, itu dilakukan dengan berpindah-pindah dari lahan kebun sawit ke lahan lainnya. Sebab, ketika usia tanaman sawit sudah mencapai 3 tahun lebih, maka pemilik kebun tersebut tidak lagi mengijinkan areal itu ditanami kencur. Selain itu, kencur juga tidak mampu tumbuh berkembang dan bertahan diantara pepohonan sawit yang semakin membutuhkan air dengan jumlah banyak. “Khususnya, panas matahari sudah jauh berkurang dibawah pohon sawit,” tambah Rukiyah.
Karena, katanya, kencur merupakan tanaman yang membutuhkan pencahayaan matahari serta debit air dengan kelembaban tekstur tanah yang memadai. Tak ayal, daerah yang memiliki tekstur tanah dammar (gambut, red) menjadi lokasi yang serasi dan ideal untuk budidaya kencur. Bertani kencur, ungkapnya cukup sederhana. Sebab, tidak terlalu membutuhkan penyitaan waktu yang lama. Karena, dalam olah tanahnya hanya memerlukan peralatan yang seadanya. Serta, bibit benihan kencur juga terkesan mudah didapat. Bahkan, tak jarang memanfaatkan benihan sisa pemanenan sebelumnya. Pun, jika bagi petani yang baru mengawali bercocok tanam dapat memperoleh bibit dengan meminta kepada petani lainnya. “Sangat mudah menanam kencur. Tanah yang sudah bersih dari rerumputan lalu diberi lobang dengan kedalam 15 centimeter. Kemudian, ditanam bibit kencur yang telah diberi taburan debu bakaran tanah damar( gambut, red) sebagai pupuknya,” ulasnya.
Dalam ukuran tanah satu rante, tambahnya, akan menghasilkan lobang sebanyak lebih kurang 3000-an dan tentu saja membutuhkan bibit kencur setara dengan banyak lobang semaian tersebut. Dalam hal perawatannya, katanya, hanya membutuhkan beberapa jenis pupuk ketika memasuki usia tanaman berumur 3 bulan. “Usia 3 bulan butuh pupuk urea,” ujarnya.
Dan, memasuki usia tanaman enam bulan sesekali diberi taburan pupuk NPK. “Hanya agar umbi kencur dapat lebih besar,” katanya. Bahkan, tambahnya, beberapa petani justru tanpa melakukan pemupukan. Namun, hasil panen akan berbeda dengan lahan yang mendapat perawatan terlebih dengan pemberian pupuk. “Ya berbeda hasilnya. Bahkan, sebaiknya diberi pupuk perangsang pengembangan umbi. Itu lebih baik,” jelasnya.
Setiap tanah seukuran satu rante, tambahnya akan menghasilkan umbi kencur sebanyak 2 ton. Bahkan, jika perawatan lebih baik, tidak tertutup kemungkinan akan mencapai lebih banyak. “Ada juga kencur yang baik itu menghasilkan kencur 1 Kg perlobangnya,” imbuhnya. Namun, tambahnya dengan tingginya harga nilai beli pupuk di daerah itu menyebabkan banyaknya tanaman kencur yang tak memperoleh pupuk. Sehingga, ketika hasil panenan yang dilakukan akan memprihatinkan. Panen yang dilakukan, tamb ahnya terkesan sesuai keinginan petani. Tapi, idealnya sepuluh bulan usia tanam. “Semakin lama usia tanam justru lebih baik,” paparnya.
Namun, melihat kondisi penghasilan kaum pria sebagai nelayan di daerah itu yang kian memperihatinkan pasca semakin banyaknya kapal-kapal penangkap ikan dengan ukuran besar, membuat hasil tangkapan semakin kecil. Tak ayal, untuk mencukupi kebutuhan keluarga, hasil panen tanaman kencur dijadikan sebagai penopang keuangan keluarga. “Walau harga jual turun, namun mesti tetap dijual untuk mencukupi keuangan keluarga,” ujarnya.
Butuh Perhatian Pemerintah
Rukiyah mengakui peran sebagai petani kencur sudah relative lama digelutinya. Disela-sela sebagai ibu rumahtangga, dirinya sudah berperan dalam budidaya kencur selama sepuluh tahun belakangan.
Namun, sepanjang rentang waktu yang telah dilaluinya, dirinya serta para petani kencur lainnya belum pernah menerima bantuan dari pihak Pemerintah setempat. Padahal mereka, tambahnya sangat mendambakan hal itu.
Mereka membutuhkan suntikan penyediaan pupuk dan sarana pertanian lainnya. Bahkan, mengharapkan penambahan wawasan dalam olah tanah budidaya tanaman kencur. Dan,khususnya dalam hal pemasaran hasil panen yang lebih dapat menjamin harga pasar relative tinggi. Sehingga, menunggu peran pihak terkait untuk dapat memberikan perhatian dan pembinaan terhadap mereka. “Tidak pernah sekalipun kami mendapatkan bantuan pemerintah,” paparnya. Untuk itu, katanya, mereka bersedia membentuk kelompok jika memang dibutuhkan.
Apalagi, ujarnya nilai jual tanaman itu mengalami kemerosotan yang signifikan disbanding penjualan sebelumnya. Sebab, untuk harga penolakan kepada para sub agen di kawasan itu, mereka hanya mendapatkan Rp2000 hingga Rp2200 perkilogramnya. Sedangkan sebelumnya, harga kencur tersebut sempat menembus level Rp5000 perkilogramnya. Dia katanya tidak mengetahui permasalahan penyebab penurunan harga itu. Bahkan, mereka kurang mengetahui secara pasti pangsa pasar perdagangan kencur. “Memang kabarnya kencur kami dijual ke Rantauprapat dan kota Medan. Tapi, kalau ternyata sampai ke kota Jakarta, itu diluar pengetahuan kami,” ujarnya. Sehingga, keterbatasan wawasan penyebab para petani setempat tidak mampu membaca pangsa pasar dan upaya yang dibutuhkan dalam mempertahankan kestabilan harga jual.
Bahkan, ujarnya, mereka bakal terancam tidak dapat lagi berprofesi sebagai petani kencur ketika lahan yang dijadikan sebagai areal kebun sawit telah habis keseluruhannya se kecamatan Panai Hilir itu.
Sebab, pengalihfungsian lahan hutan menjadi areal perkebunan sawit terus terjadi di kawasan itu. “Ya, begitu tanaman sawit sudah beranjak besar, maka penanaman kencur diberhentikan. Tak bisa lagi,” ungkapnya.
Kencur Lebih Menjanjikan Dibanding Sawit
Sepanjang adanya budidaya tanaman kencur di daerah itu, jumlah luasan areal perkebunan sawit yang terbakar menurun drastic. Bahkan sama sekali tidak pernah terjadi. Sebab, selain terjadinya proses pemeliharaan lahan yang dilakukan petani kencur, juga tanaman kencur sendiri mampu mengurangi kebakaran lahan perkebunan sawit. Padahal, tekstur tanah gambut yang notabene mudah terbakar ketika musim kemarau.
Rukiyah menyebutkan, nihilnya kebakaran lahan di tanah gambut dikawasan itu factor utamanya karena tanaman kencur. Sebab, tanaman tersebut relative basah dan mengandung air. Sehingga, menjadi penghambat rambatan api di lahan perkebunan sawit dan pertanian kencur. “Daun kencur basah dan umbinya juga mengandung air. Sehingga tidak mudah terbakar. Serta, petani kencur juga menjaga lahan tersebut,” paparnya.
Tidak hanya itu, katanya potensialitas tanaman kencur sebenarnya relative lebih menjanjikan untung disbanding budidaya komoditi kelapa sawit. Sebab, dalam perhektar tanah yang menurut kalkulasinya menghasilkan sebanyak 25 rante ukuran tanah akan lebih menjanjikan prekonomian. Asumsinya, dengan lahan seluas satu hektar dengan pola tanam perbulannya sebanyak dua rante tanaman kencur, maka dalam perbulannya akan menghasilkan dua rante kebun kencur. Dan, kalkulasinya, perbulan akan menghasilkan minimal 4 ton kencur. “Jika perrante mampu menghasilkan dua ton, maka perbulan akan mendapatkan empat ton kencur,” ulasnya.
Jika dibanding dengan harga jual belakangan ini, katanya mereka menjual dengan harga Rp2ribu perkilo, maka setiap rante akan menghasilkan Rp2juta. “Pertahun akan mendapatkan hasil kotor Rp44 juta perhektar. Hanya saja untuk tanaman kencur lebih butuh jumlah tenaga kerja yang relative banyak,” tambahnya.
Ketika para petani kencur di beberapa Dusun di Kecamatan Panai Hilir, Labuhanbatu mengharapkan komoditi pertanian tersebut sebagai ‘penyanggah’ prekonomian para keluarga nelayan yang tak dapat menyandarkan hasil melaut untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, harga jual tanaman kencur justru melorot. Itu, dikarenakan minimnya pengetahuan dalam olah tani dan lemahnya penguasaan pasar. Padahal, tanaman kencur lebih menguntungkan jika dibanding budidaya komoditi kelapa sawitPuluhan bahkan ratusan wanita yang dominan sebagai istri para nelayan di Kecamatan Panai Hilir, Labuhanbatu selama bertahun-tahun belakangan ini berperan ganda. Disatu sisi, mereka sebagai istri dari suami yang berstatus nelayan. Kaum hawa disana juga ternyata rata-rata menjadi petani tanaman kencur.
Selama ini, harga kencur cukup menggiurkan untuk dibudidayakan. Sehingga, hasil penjualannya dapat membantu keuangan keluarga. Untuk itu, kaum wanita disana sangat merindukan bantuan Pemerintah. Sebab, dalam olah pertanian komoditi tanaman tersebut dilakukan secara manual. Dan, tanpa pernah mendapatkan kucuran bantuan guna pengembangan usaha budidaya pertaniannya. Padahal, beberapa dusun yang menjadi sentra tanaman kencur di kecamatan itu merupakan ‘pertahanan prekonomian di Panai Hilir. Diantara lokasi yang menjadi sentra penanaman kencur itu adalah, Dusun Pertemuan Desa Sungai Sakat, Dusun Telaga Suka dan Dusun Suka Maju.
Seperti halnya di Dusun Pertemuan, puluhan warga mengkelola perladangan kencurnya secara tradisional. Puluhan bahkan ratusan hektar lahan pertanian kencur yang ada hanya dikelola tanpa adanya pembinaan dari pihak dinas pertanian setempat. Padahal, Kencur dari kecamatan Panai Hulu ini, dikenal pemasarannya hingga ke kota Rantauprapat, Medan bahkan menembus ke ibukota Jakarta. Ironisnya, teknik pemasaran juga terkesan masih memanfaatkan jasa para tengkulak yang selalu mematok harga sekenanya.
Petani kencur yang ada di kecamatan itu relatif dilakukan para wanita dan ibu rumahtangga. Itu, dilakukan guna membantu perekonomian keluarga yang dominan hidup sebagai keluarga nelayan.
Rukiyah (45) misalnya. Ibu rumahtangga yang tinggal di Desa Sei Baru kecamatan itu, sudah sepuluh tahun terakhir beraktivitas sebagai petani Kencur. Itu, dilakukannya disela-sela kewajiban sebagai ibu rumahtangga. Dalam aktivitas olahtani berbudidaya tanaman kencur, dia hanya mengandalkan kemampuan secara tradisional. Sebab, sebagai wanita Desa dirinya tidak pernah mendapatkan pembekalan pengetahuan secara akademisi dalam membudidayakan tanaman itu. “Belum pernah ada bantuan dari pemerintah untuk kami,” ujarnya ketika disambangi akhir pecan lalu, di areal pertaniannya di dusun Pertemuan itu.
Pola tanam Mereka sebagai petani kencur dalam mengolah tanah memanfaatkan lahan perkebunan komoditi kelapa sawit milik masyarakat setempat. Itu dilakukan dengan meminjam lahan. Dan, memanfaatkan sela-sela tanah diantara tanaman Kelapa Sawit yang ada. Identiknya, kerjasama yang dilakukan antara petani dan pemilik kebun sawit hanya saling percaya.
Dimana, petani melakukan perawatan tanah dengan menanami pohon kencur dan menyemai tanah. “Iya, kami meminjam lahan secara gratis dari pemilik kebun sawit,” ungkap Rukiyah yang juga diaminin beberapa wanita petani kencur lainnya.
Mereka yang ketika itu melakukan pemanenan lahan kencur juga menambahkan, di daerah Dusun Pertemuan seratusan hektar lahan kebun kelapa sawit juga merangkap sebagai lahan pertanian kencur.
Setiap jengkal tanah diantara tanaman sawit yang masih berumur muda menjadi tempat penanaman kencur. Pola tumpangsari tanaman pertanian itu sudah lama mereka lakukan. Bahkan, sudah mencapai sepuluh tahun terakhir. Namun, itu dilakukan dengan berpindah-pindah dari lahan kebun sawit ke lahan lainnya. Sebab, ketika usia tanaman sawit sudah mencapai 3 tahun lebih, maka pemilik kebun tersebut tidak lagi mengijinkan areal itu ditanami kencur. Selain itu, kencur juga tidak mampu tumbuh berkembang dan bertahan diantara pepohonan sawit yang semakin membutuhkan air dengan jumlah banyak. “Khususnya, panas matahari sudah jauh berkurang dibawah pohon sawit,” tambah Rukiyah.
Karena, katanya, kencur merupakan tanaman yang membutuhkan pencahayaan matahari serta debit air dengan kelembaban tekstur tanah yang memadai. Tak ayal, daerah yang memiliki tekstur tanah dammar (gambut, red) menjadi lokasi yang serasi dan ideal untuk budidaya kencur. Bertani kencur, ungkapnya cukup sederhana. Sebab, tidak terlalu membutuhkan penyitaan waktu yang lama. Karena, dalam olah tanahnya hanya memerlukan peralatan yang seadanya. Serta, bibit benihan kencur juga terkesan mudah didapat. Bahkan, tak jarang memanfaatkan benihan sisa pemanenan sebelumnya. Pun, jika bagi petani yang baru mengawali bercocok tanam dapat memperoleh bibit dengan meminta kepada petani lainnya. “Sangat mudah menanam kencur. Tanah yang sudah bersih dari rerumputan lalu diberi lobang dengan kedalam 15 centimeter. Kemudian, ditanam bibit kencur yang telah diberi taburan debu bakaran tanah damar( gambut, red) sebagai pupuknya,” ulasnya.
Dalam ukuran tanah satu rante, tambahnya, akan menghasilkan lobang sebanyak lebih kurang 3000-an dan tentu saja membutuhkan bibit kencur setara dengan banyak lobang semaian tersebut. Dalam hal perawatannya, katanya, hanya membutuhkan beberapa jenis pupuk ketika memasuki usia tanaman berumur 3 bulan. “Usia 3 bulan butuh pupuk urea,” ujarnya.
Dan, memasuki usia tanaman enam bulan sesekali diberi taburan pupuk NPK. “Hanya agar umbi kencur dapat lebih besar,” katanya. Bahkan, tambahnya, beberapa petani justru tanpa melakukan pemupukan. Namun, hasil panen akan berbeda dengan lahan yang mendapat perawatan terlebih dengan pemberian pupuk. “Ya berbeda hasilnya. Bahkan, sebaiknya diberi pupuk perangsang pengembangan umbi. Itu lebih baik,” jelasnya.
Setiap tanah seukuran satu rante, tambahnya akan menghasilkan umbi kencur sebanyak 2 ton. Bahkan, jika perawatan lebih baik, tidak tertutup kemungkinan akan mencapai lebih banyak. “Ada juga kencur yang baik itu menghasilkan kencur 1 Kg perlobangnya,” imbuhnya. Namun, tambahnya dengan tingginya harga nilai beli pupuk di daerah itu menyebabkan banyaknya tanaman kencur yang tak memperoleh pupuk. Sehingga, ketika hasil panenan yang dilakukan akan memprihatinkan. Panen yang dilakukan, tamb ahnya terkesan sesuai keinginan petani. Tapi, idealnya sepuluh bulan usia tanam. “Semakin lama usia tanam justru lebih baik,” paparnya.
Namun, melihat kondisi penghasilan kaum pria sebagai nelayan di daerah itu yang kian memperihatinkan pasca semakin banyaknya kapal-kapal penangkap ikan dengan ukuran besar, membuat hasil tangkapan semakin kecil. Tak ayal, untuk mencukupi kebutuhan keluarga, hasil panen tanaman kencur dijadikan sebagai penopang keuangan keluarga. “Walau harga jual turun, namun mesti tetap dijual untuk mencukupi keuangan keluarga,” ujarnya.
Butuh Perhatian Pemerintah
Rukiyah mengakui peran sebagai petani kencur sudah relative lama digelutinya. Disela-sela sebagai ibu rumahtangga, dirinya sudah berperan dalam budidaya kencur selama sepuluh tahun belakangan.
Namun, sepanjang rentang waktu yang telah dilaluinya, dirinya serta para petani kencur lainnya belum pernah menerima bantuan dari pihak Pemerintah setempat. Padahal mereka, tambahnya sangat mendambakan hal itu.
Mereka membutuhkan suntikan penyediaan pupuk dan sarana pertanian lainnya. Bahkan, mengharapkan penambahan wawasan dalam olah tanah budidaya tanaman kencur. Dan,khususnya dalam hal pemasaran hasil panen yang lebih dapat menjamin harga pasar relative tinggi. Sehingga, menunggu peran pihak terkait untuk dapat memberikan perhatian dan pembinaan terhadap mereka. “Tidak pernah sekalipun kami mendapatkan bantuan pemerintah,” paparnya. Untuk itu, katanya, mereka bersedia membentuk kelompok jika memang dibutuhkan.
Apalagi, ujarnya nilai jual tanaman itu mengalami kemerosotan yang signifikan disbanding penjualan sebelumnya. Sebab, untuk harga penolakan kepada para sub agen di kawasan itu, mereka hanya mendapatkan Rp2000 hingga Rp2200 perkilogramnya. Sedangkan sebelumnya, harga kencur tersebut sempat menembus level Rp5000 perkilogramnya. Dia katanya tidak mengetahui permasalahan penyebab penurunan harga itu. Bahkan, mereka kurang mengetahui secara pasti pangsa pasar perdagangan kencur. “Memang kabarnya kencur kami dijual ke Rantauprapat dan kota Medan. Tapi, kalau ternyata sampai ke kota Jakarta, itu diluar pengetahuan kami,” ujarnya. Sehingga, keterbatasan wawasan penyebab para petani setempat tidak mampu membaca pangsa pasar dan upaya yang dibutuhkan dalam mempertahankan kestabilan harga jual.
Bahkan, ujarnya, mereka bakal terancam tidak dapat lagi berprofesi sebagai petani kencur ketika lahan yang dijadikan sebagai areal kebun sawit telah habis keseluruhannya se kecamatan Panai Hilir itu.
Sebab, pengalihfungsian lahan hutan menjadi areal perkebunan sawit terus terjadi di kawasan itu. “Ya, begitu tanaman sawit sudah beranjak besar, maka penanaman kencur diberhentikan. Tak bisa lagi,” ungkapnya.
Kencur Lebih Menjanjikan Dibanding Sawit
Sepanjang adanya budidaya tanaman kencur di daerah itu, jumlah luasan areal perkebunan sawit yang terbakar menurun drastic. Bahkan sama sekali tidak pernah terjadi. Sebab, selain terjadinya proses pemeliharaan lahan yang dilakukan petani kencur, juga tanaman kencur sendiri mampu mengurangi kebakaran lahan perkebunan sawit. Padahal, tekstur tanah gambut yang notabene mudah terbakar ketika musim kemarau.
Rukiyah menyebutkan, nihilnya kebakaran lahan di tanah gambut dikawasan itu factor utamanya karena tanaman kencur. Sebab, tanaman tersebut relative basah dan mengandung air. Sehingga, menjadi penghambat rambatan api di lahan perkebunan sawit dan pertanian kencur. “Daun kencur basah dan umbinya juga mengandung air. Sehingga tidak mudah terbakar. Serta, petani kencur juga menjaga lahan tersebut,” paparnya.
Tidak hanya itu, katanya potensialitas tanaman kencur sebenarnya relative lebih menjanjikan untung disbanding budidaya komoditi kelapa sawit. Sebab, dalam perhektar tanah yang menurut kalkulasinya menghasilkan sebanyak 25 rante ukuran tanah akan lebih menjanjikan prekonomian. Asumsinya, dengan lahan seluas satu hektar dengan pola tanam perbulannya sebanyak dua rante tanaman kencur, maka dalam perbulannya akan menghasilkan dua rante kebun kencur. Dan, kalkulasinya, perbulan akan menghasilkan minimal 4 ton kencur. “Jika perrante mampu menghasilkan dua ton, maka perbulan akan mendapatkan empat ton kencur,” ulasnya.
Jika dibanding dengan harga jual belakangan ini, katanya mereka menjual dengan harga Rp2ribu perkilo, maka setiap rante akan menghasilkan Rp2juta. “Pertahun akan mendapatkan hasil kotor Rp44 juta perhektar. Hanya saja untuk tanaman kencur lebih butuh jumlah tenaga kerja yang relative banyak,” tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar