Sediaan obat tradisional atau herbal dibuat dari simplisia tanaman atau
bagian dari hewan, atau mineral dalam keadaan segar atau telah
dikeringkan dan diawetkan. Agar sediaan obat tradisional atau herbal
tersebut dapat dipakai dengan aman, terjaga keseragaman mutu dan kadar
kandungan senyawa aktifnya, maka diperlukan standardisasi. Sebelum
melalui tahap standardisasi sediaan, maka diperlukan standardisasi bahan
baku simplisia, yang meliputi :
Bahan baku simplisia
Dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tumbuhan budidaya
Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia
Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia (Depkes RI, 1985).
a.Pengumpulan Bahan Baku
Kualitas bahan baku simplisia sangat dipengaruhi beberapa faktor,
seperti : umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen, bagian
tumbuhan, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh (Depkes RI, 1985).
b.Sortasi
Sortasi dilakukan untuk memisahkan kotoran – kotoran atau bahan – bahan
asing lainnya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut terbawa pada
proses selanjutnya yang akan mempengaruhi hasil akhir. Sortasi terdiri
dari dua cara, yaitu:
Sortasi basah : Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran
atau bahan asing lainnya setelah dilakukan pencucian dan perajangan.
Sortasi kering : Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda
asing seperti bagian-bagian tumbuhan yang tidak diinginkan dan
pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering
(Depkes RI, 1985).
c.Pengeringan
Pengeringan dilakukan agar memperoleh simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara alami dan secara
buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari
baik secara langsung maupun ditutupi dengan kain hitam. Sedangkan
pengeringan secara buatan dilakukan dengan oven. Bahan simplisia dapat
dikeringkan pada suhu 30oC – 90oC (Depkes RI, 1985).
d.Pengemasan dan Penyimpanan
Pengepakan simplisia dapat menggunakan wadah yang inert, tidak beracun,
melindungi simplisia dari cemaran serta mencegah adanya
kerusakan.Sedangka penyimpanan simplisia sebaiknya di tempat yang
kelembabannya rendah, terlindung dari sinar matahari, dan terlindung
dari gangguan serangga maupun tikus.
Standardisasi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat,
kecuali dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan lain berupa
bahan yang telah dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia terdiri dari simplsiia nabati, hewani dan mineral. nabati,
hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang di maksud
eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari selnya
atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh
atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa
zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang
berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Untuk menjamin keseragaman
senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi
persyaratan minimal untuk standardisasi simplisia.
Standardisasisimplisia mengacu pada tiga konsep antara lain sebagai
berikut:
Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi 3 parameter mutu umum
(nonspesifik) suatu bahan yaitu kebenaran jenis (identifikasi),
kemurnian, aturan penstabilan (wadah, penyimpanan, distribusi) Simplisia
sebagai bahan dan produk siap pakai harus memenuhi trilogi
Quality-Safety-Efficacy Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia
yang berkontribusi terhadap respon biologis, harus memiliki spesifikasi
kimia yaitu komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan (Depkes RI,
1985).
Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses
standardisasi suatu simplisia. Parameter standardisasi simplisia
meliputi parameter non spesifik dan spesifik. Parameter nonspesifik
lebih terkait dengan faktor lingkungan dalam pembuatan simplisia
sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di
dalam tanaman. Penjelasan lebih lanjut mengenai parameter standardisasi
simplisia sebagai berikut:
1. Kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik,
makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik
dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian
dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta
warna dan bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik
dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk
menegaskan keaslian simplisia.
a. Parameter non spesifik
Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran yang
disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, penetapan
kadar abu, kadar air, kadar minyak atsiri, penetapan susut pengeringan.
b. Parameter spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari
simplisia.Uji kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan
kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya dilkukan dengan
analisis kromatografi lapis tipis (Depkes RI, 1985).
Standardisasi Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
atau serbuk yang diperoleh diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan. Standardisasi ekstrak tidak lain adalah
serangkaian parameter yang dibutuhkan sehingga ekstrak persyaratan
produk kefarmasian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari
setiap batch yang diproduksi dapat dipertahankan, dan juga dapat
mempertahankan pemekatan kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga
dapat mengurangi secara signifikan volume permakaian per dosis,
sementara dosis yang diinginkan terpenuhi, serta ekstrak yang diketahui
kadar senyawa aktifnya ini dapat dipergunakan sebagai bahan pembuatan
formula lain secara mudah seperti sediaan cair , kapsul, tablet, dan
lain-lain.
1.Parameter Non Spesifik
a)Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan
dalam porsen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak
menguap/atsiri dan sisa pelarut organik) identik dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka
(Depkes RI, 2000).
b)Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan
spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot jenis
ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut
didalamnya (Depkes RI, 2000).
c)Kadar air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air
yang diserap dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000).
d)Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila
simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik
adalah abu yang diperoleh dari sisa pemijaran (Depkes RI, 2000).
2.Parameter Spesifik
a)Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Deskripsi tata nama:
Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang
menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Parameter identitas
ekstrak mempunyai tujuan tertentu untuk memberikan identitas obyektif
dari nama dan spesifik dari senyawa identitas (Depkes RI, 2000).
b)Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk, warna,
bau, rasa menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan awal yang
sederhana dan seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000).
c)Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa
kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan sebagai
parameter uji bahan baku obat tradisional karena jumlah kandungan
senyawa kimia dalam sari simplisia akan berkaitan erat dengan
reproduksibilitasnya dalam aktivitas farmakodinamik simplisia tersebut
(Depkes RI,1995).
d)Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran awal
komponen kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram kemudian
dibandingkan dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu (Depkes
RI, 2000).
(http://mipa-farmasi.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar