Artikel tentang fakta yang menggelitik saya untuk menuangkannya diblog ini....
Ketika para petani kencur di beberapa Dusun di
Kecamatan Panai Hilir, Labuhanbatu mengharapkan komoditi pertanian
tersebut sebagai ‘penyanggah’ prekonomian para keluarga nelayan yang tak
dapat menyandarkan hasil melaut untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
harga jual tanaman kencur justru melorot. Itu, dikarenakan minimnya
pengetahuan dalam olah tani dan lemahnya penguasaan pasar. Padahal,
tanaman kencur lebih menguntungkan jika dibanding budidaya komoditi
kelapa sawit
Puluhan bahkan ratusan wanita yang dominan sebagai istri para nelayan di
Kecamatan Panai Hilir, Labuhanbatu selama bertahun-tahun belakangan ini
berperan ganda. Disatu sisi, mereka sebagai istri dari suami yang
berstatus nelayan. Kaum hawa disana juga ternyata rata-rata menjadi
petani tanaman kencur.
Selama ini, harga kencur cukup menggiurkan untuk dibudidayakan.
Sehingga, hasil penjualannya dapat membantu keuangan keluarga. Untuk
itu, kaum wanita disana sangat merindukan bantuan Pemerintah. Sebab,
dalam olah pertanian komoditi tanaman tersebut dilakukan secara manual.
Dan, tanpa pernah mendapatkan kucuran bantuan guna pengembangan usaha
budidaya pertaniannya. Padahal, beberapa dusun yang menjadi sentra
tanaman kencur di kecamatan itu merupakan ‘pertahanan prekonomian di
Panai Hilir. Diantara lokasi yang menjadi sentra penanaman kencur itu
adalah, Dusun Pertemuan Desa Sungai Sakat, Dusun Telaga Suka dan Dusun
Suka Maju.
Seperti halnya di Dusun Pertemuan, puluhan warga mengkelola perladangan
kencurnya secara tradisional. Puluhan bahkan ratusan hektar lahan
pertanian kencur yang ada hanya dikelola tanpa adanya pembinaan dari
pihak dinas pertanian setempat. Padahal, Kencur dari kecamatan Panai
Hulu ini, dikenal pemasarannya hingga ke kota Rantauprapat, Medan bahkan
menembus ke ibukota Jakarta. Ironisnya, teknik pemasaran juga terkesan
masih memanfaatkan jasa para tengkulak yang selalu mematok harga
sekenanya.
Petani kencur yang ada di kecamatan itu relatif dilakukan para wanita
dan ibu rumahtangga. Itu, dilakukan guna membantu perekonomian keluarga
yang dominan hidup sebagai keluarga nelayan.
Rukiyah (45) misalnya. Ibu rumahtangga yang tinggal di Desa Sei Baru
kecamatan itu, sudah sepuluh tahun terakhir beraktivitas sebagai petani
Kencur. Itu, dilakukannya disela-sela kewajiban sebagai ibu rumahtangga.
Dalam aktivitas olahtani berbudidaya tanaman kencur, dia hanya
mengandalkan kemampuan secara tradisional. Sebab, sebagai wanita Desa
dirinya tidak pernah mendapatkan pembekalan pengetahuan secara akademisi
dalam membudidayakan tanaman itu. “Belum pernah ada bantuan dari
pemerintah untuk kami,” ujarnya ketika disambangi akhir pecan lalu, di
areal pertaniannya di dusun Pertemuan itu.
Pola tanam Mereka sebagai petani kencur dalam mengolah tanah
memanfaatkan lahan perkebunan komoditi kelapa sawit milik masyarakat
setempat. Itu dilakukan dengan meminjam lahan. Dan, memanfaatkan
sela-sela tanah diantara tanaman Kelapa Sawit yang ada. Identiknya,
kerjasama yang dilakukan antara petani dan pemilik kebun sawit hanya
saling percaya.
Dimana, petani melakukan perawatan tanah dengan menanami pohon kencur
dan menyemai tanah. “Iya, kami meminjam lahan secara gratis dari pemilik
kebun sawit,” ungkap Rukiyah yang juga diaminin beberapa wanita petani
kencur lainnya.
Mereka yang ketika itu melakukan pemanenan lahan kencur juga
menambahkan, di daerah Dusun Pertemuan seratusan hektar lahan kebun
kelapa sawit juga merangkap sebagai lahan pertanian kencur.
Setiap jengkal tanah diantara tanaman sawit yang masih berumur muda
menjadi tempat penanaman kencur. Pola tumpangsari tanaman pertanian itu
sudah lama mereka lakukan. Bahkan, sudah mencapai sepuluh tahun
terakhir. Namun, itu dilakukan dengan berpindah-pindah dari lahan kebun
sawit ke lahan lainnya. Sebab, ketika usia tanaman sawit sudah mencapai 3
tahun lebih, maka pemilik kebun tersebut tidak lagi mengijinkan areal
itu ditanami kencur. Selain itu, kencur juga tidak mampu tumbuh
berkembang dan bertahan diantara pepohonan sawit yang semakin
membutuhkan air dengan jumlah banyak. “Khususnya, panas matahari sudah
jauh berkurang dibawah pohon sawit,” tambah Rukiyah.
Karena, katanya, kencur merupakan tanaman yang membutuhkan pencahayaan
matahari serta debit air dengan kelembaban tekstur tanah yang memadai.
Tak ayal, daerah yang memiliki tekstur tanah dammar (gambut, red)
menjadi lokasi yang serasi dan ideal untuk budidaya kencur. Bertani
kencur, ungkapnya cukup sederhana. Sebab, tidak terlalu membutuhkan
penyitaan waktu yang lama. Karena, dalam olah tanahnya hanya memerlukan
peralatan yang seadanya. Serta, bibit benihan kencur juga terkesan mudah
didapat. Bahkan, tak jarang memanfaatkan benihan sisa pemanenan
sebelumnya. Pun, jika bagi petani yang baru mengawali bercocok tanam
dapat memperoleh bibit dengan meminta kepada petani lainnya. “Sangat
mudah menanam kencur. Tanah yang sudah bersih dari rerumputan lalu
diberi lobang dengan kedalam 15 centimeter. Kemudian, ditanam bibit
kencur yang telah diberi taburan debu bakaran tanah damar( gambut, red)
sebagai pupuknya,” ulasnya.
Dalam ukuran tanah satu rante, tambahnya, akan menghasilkan lobang
sebanyak lebih kurang 3000-an dan tentu saja membutuhkan bibit kencur
setara dengan banyak lobang semaian tersebut. Dalam hal perawatannya,
katanya, hanya membutuhkan beberapa jenis pupuk ketika memasuki usia
tanaman berumur 3 bulan. “Usia 3 bulan butuh pupuk urea,” ujarnya.
Dan, memasuki usia tanaman enam bulan sesekali diberi taburan pupuk NPK.
“Hanya agar umbi kencur dapat lebih besar,” katanya. Bahkan, tambahnya,
beberapa petani justru tanpa melakukan pemupukan. Namun, hasil panen
akan berbeda dengan lahan yang mendapat perawatan terlebih dengan
pemberian pupuk. “Ya berbeda hasilnya. Bahkan, sebaiknya diberi pupuk
perangsang pengembangan umbi. Itu lebih baik,” jelasnya.
Setiap tanah seukuran satu rante, tambahnya akan menghasilkan umbi
kencur sebanyak 2 ton. Bahkan, jika perawatan lebih baik, tidak tertutup
kemungkinan akan mencapai lebih banyak. “Ada juga kencur yang baik itu
menghasilkan kencur 1 Kg perlobangnya,” imbuhnya. Namun, tambahnya
dengan tingginya harga nilai beli pupuk di daerah itu menyebabkan
banyaknya tanaman kencur yang tak memperoleh pupuk. Sehingga, ketika
hasil panenan yang dilakukan akan memprihatinkan. Panen yang dilakukan,
tamb ahnya terkesan sesuai keinginan petani. Tapi, idealnya sepuluh
bulan usia tanam. “Semakin lama usia tanam justru lebih baik,” paparnya.
Namun, melihat kondisi penghasilan kaum pria sebagai nelayan di daerah
itu yang kian memperihatinkan pasca semakin banyaknya kapal-kapal
penangkap ikan dengan ukuran besar, membuat hasil tangkapan semakin
kecil. Tak ayal, untuk mencukupi kebutuhan keluarga, hasil panen tanaman
kencur dijadikan sebagai penopang keuangan keluarga. “Walau harga jual
turun, namun mesti tetap dijual untuk mencukupi keuangan keluarga,”
ujarnya.
Butuh Perhatian Pemerintah
Rukiyah mengakui peran sebagai petani kencur sudah relative lama
digelutinya. Disela-sela sebagai ibu rumahtangga, dirinya sudah berperan
dalam budidaya kencur selama sepuluh tahun belakangan.
Namun, sepanjang rentang waktu yang telah dilaluinya, dirinya serta para
petani kencur lainnya belum pernah menerima bantuan dari pihak
Pemerintah setempat. Padahal mereka, tambahnya sangat mendambakan hal
itu.
Mereka membutuhkan suntikan penyediaan pupuk dan sarana pertanian
lainnya. Bahkan, mengharapkan penambahan wawasan dalam olah tanah
budidaya tanaman kencur. Dan,khususnya dalam hal pemasaran hasil panen
yang lebih dapat menjamin harga pasar relative tinggi. Sehingga,
menunggu peran pihak terkait untuk dapat memberikan perhatian dan
pembinaan terhadap mereka. “Tidak pernah sekalipun kami mendapatkan
bantuan pemerintah,” paparnya. Untuk itu, katanya, mereka bersedia
membentuk kelompok jika memang dibutuhkan.
Apalagi, ujarnya nilai jual tanaman itu mengalami kemerosotan yang
signifikan disbanding penjualan sebelumnya. Sebab, untuk harga penolakan
kepada para sub agen di kawasan itu, mereka hanya mendapatkan Rp2000
hingga Rp2200 perkilogramnya. Sedangkan sebelumnya, harga kencur
tersebut sempat menembus level Rp5000 perkilogramnya. Dia katanya tidak
mengetahui permasalahan penyebab penurunan harga itu. Bahkan, mereka
kurang mengetahui secara pasti pangsa pasar perdagangan kencur. “Memang
kabarnya kencur kami dijual ke Rantauprapat dan kota Medan. Tapi, kalau
ternyata sampai ke kota Jakarta, itu diluar pengetahuan kami,” ujarnya.
Sehingga, keterbatasan wawasan penyebab para petani setempat tidak mampu
membaca pangsa pasar dan upaya yang dibutuhkan dalam mempertahankan
kestabilan harga jual.
Bahkan, ujarnya, mereka bakal terancam tidak dapat lagi berprofesi
sebagai petani kencur ketika lahan yang dijadikan sebagai areal kebun
sawit telah habis keseluruhannya se kecamatan Panai Hilir itu.
Sebab, pengalihfungsian lahan hutan menjadi areal perkebunan sawit terus
terjadi di kawasan itu. “Ya, begitu tanaman sawit sudah beranjak besar,
maka penanaman kencur diberhentikan. Tak bisa lagi,” ungkapnya.
Kencur Lebih Menjanjikan Dibanding Sawit
Sepanjang adanya budidaya tanaman kencur di daerah
itu, jumlah luasan areal perkebunan sawit yang terbakar menurun drastic.
Bahkan sama sekali tidak pernah terjadi. Sebab, selain terjadinya
proses pemeliharaan lahan yang dilakukan petani kencur, juga tanaman
kencur sendiri mampu mengurangi kebakaran lahan perkebunan sawit.
Padahal, tekstur tanah gambut yang notabene mudah terbakar ketika musim
kemarau.
Rukiyah menyebutkan, nihilnya kebakaran lahan di tanah gambut dikawasan
itu factor utamanya karena tanaman kencur. Sebab, tanaman tersebut
relative basah dan mengandung air. Sehingga, menjadi penghambat rambatan
api di lahan perkebunan sawit dan pertanian kencur. “Daun kencur basah
dan umbinya juga mengandung air. Sehingga tidak mudah terbakar. Serta,
petani kencur juga menjaga lahan tersebut,” paparnya.
Tidak hanya itu, katanya potensialitas tanaman kencur sebenarnya
relative lebih menjanjikan untung disbanding budidaya komoditi kelapa
sawit. Sebab, dalam perhektar tanah yang menurut kalkulasinya
menghasilkan sebanyak 25 rante ukuran tanah akan lebih menjanjikan
prekonomian. Asumsinya, dengan lahan seluas satu hektar dengan pola
tanam perbulannya sebanyak dua rante tanaman kencur, maka dalam
perbulannya akan menghasilkan dua rante kebun kencur. Dan,
kalkulasinya, perbulan akan menghasilkan minimal 4 ton kencur. “Jika
perrante mampu menghasilkan dua ton, maka perbulan akan mendapatkan
empat ton kencur,” ulasnya.
Jika dibanding dengan harga jual belakangan ini, katanya mereka menjual
dengan harga Rp2ribu perkilo, maka setiap rante akan menghasilkan
Rp2juta. “Pertahun akan mendapatkan hasil kotor Rp44 juta perhektar.
Hanya saja untuk tanaman kencur lebih butuh jumlah tenaga kerja yang
relative banyak,” tambahnya.
Kencur - Rukiyah salahseorang wanita di Sei
Berombang, Labuhanbatu yang menjadi petani kencur. Komoditi kencur lebih
menjanjikan jika dibanding komoditi kelapa sawit